Monday, 7 October 2013
Sekilas tentang Lakon Wayang
Pengertian lakon
Pertunjukan wayang kulit purwa, lazim
disebut pakeliran. Jika orang melihat sebuah pertunjukan wayang,
sebenarnya yang dilihat adalah pertunjukan lakon. Oleh karena itu,
kedudukan lakon dalam pakeliran sangat penting sifatnya. Melalui garapan
lakon, terungkap nilai-nilai kemanusiaan yang dapat memperkaya
pengalaman kejiwaan.
Dikalangan pedalangan pengertian
Lakon sangat tergantung dengan konteks pembicaraannya. Lakon dapat
diartikan alur cerita, atau judul cerita, atau dapat diartikan sebagai
tokoh utama dalam cerita (Kuwato dalam Murtiyoso. 2004).
Selain itu lakon merupakan salah satu
kosakata bahasa Jawa, yang berasal dari kata laku yang artinya
perjalanan atau cerita atau rentetan peristiwa (Murtiyoso. 2004). Jadi
lakon wayang adalah perjalanan cerita wayang atau rentetan peristiwa
wayang. Perjalanan cerita wayang ini berhubungan dengan tokoh-tokoh yang
ditampilkan sebagai pelaku dalam pertunjukan sebuah lakon. Kemudian di
dalam sebuah cerita wayang akan muncul permasalahan, konflik-konflik dan
penyelesaiannya ini terbentang dari awal sampai akhir pertunjukan
(jejer sampai dengan tancep kayon) dengan wujud kelompok unit-unit yang
lebih kecil yang disebut adegan. Unit adegan yang satu dengan adegan
yang lain, saling terkait, baik langsung maupun yang tidak langsung
membentuk satu sistem yang disebut lakon.
Judul lakon
Judul lakon adalah suatu nama untuk
menunjuk rentetan peristiwa tertentu. Fungsinya sebagai pembatas atau
pembeda antara satu kelompok peristiwa, dengan kelompok peristiwa yang
lain. Hal ini tampak jelas apabila judul lakon itu merupakan suatu
bagian dari cerita besar, misalnya, cerita perang Baratayudha. Peristiwa
kepergian Kresna ke Hastina sebagai duta dibatasi dalam judul Kresna
Duta, peristiwa tampilnya Bisma ke medan perang sampai gugur, dibatasi
dengan judul Bisma Gugur, begitu seterusnya.
Meskipun lakon yang dipentaskan
adalah lakon carangan (Lakon carangan, adalah merupakan lakon yang
digubah dari lakon pokok, yang kenudian dikembangkan sendiri. Bahkan
bisa diurai lagi, menjadi cerita-cerita yang lain lagi), tetapi lakon
itu tentu dikaitkan dengan suatu kehidupan tokoh wayang dalam episode
tertentu. Misalnya, lakon carangan ‘Parta Krama’ (Kisah Arjuna merebut
Sumbadra), dalam pakeliran tradisi gaya keraton Yogyakarta, dibuat
menjadi berseri, yakni Srikandi Maguru Manah, Abimanyu Lahir, Sumbadra
Larung. Sedangkan lakon carangan ‘Parta Krama’ diambil dari Kakawin
Sumbadra Wiwaha, yang merupakan bagian dari Adiparwa.
Pertumbuhan dan Perkembangan Lakon
Lakon wayang sudah diketahui sejak
tahun 907 seperti yang tersurat dalam prasasti Balitung (Zoetmulder.
1983). Dari isi prasasti Balitung dapat diketahui bahwa kedua epos besar
yang berasal dari India yaitu wiracarita Mahabarata dan Ramayana telah
dipertunjukkan pada masa itu.
Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya di Indonesia, epos Mahabarata dan Ramayana ini oleh para
pujangga atau genius lokal telah dimodifikasi sedemikian rupa
(penambahan dan perubahan) dalam kurun waktu yang sangat panjang untuk
diselaraskan dengan situasi dan kondisi nilai budaya setempat. Oleh
karena itu terdapat banyak hal yang tidak kita dapatkan dalam epos
Mahabarata dan Ramayana yang “asli”, seperti misalnya tokoh Pancawala.
Tokoh Pancawala ini di Indonesia adalah hasil perkawinan antara Drupadi
dan Puntadewa, padahal dalam Mahabarata India kita ketahui Drupadi kawin
dengan ke lima Pandawa dan dari hasil perkawinan itu lahirlah seorang
anak laki-laki.
Tokoh punakawan yaitu, Semar, Gareng,
Petruk dan Bagong ternyata juga tidak didapatkan dalam epos India itu.
Demikian juga lakon-lakon carangan termasuk sinkretisme (percampuran
antara cerita Ramayana dan Mahabarata di dalam lakon pedalangan Jawa),
juga tidak diketahui dalam cerita Ramayana dan Mahabarata yang asli.
Banyak sumber lakon wayang purwa
menjelaskan (Murtiyoso. 2004), bahwa Prabu Dharmawangsa Teguh, seorang
raja yang bertahta di Jawa Timur (tahun 997-1007) menterjemahkan
beberapa bagian dari Ramayana dan Mahabarata yang berbahasa Sansekerta
ke dalam bahasa Jawa Kuna atau Kawi dalam bentuk prosa, diantaranya
adalah,
a. Utarakanda di antaranya berisi
cerita tentang leluhur Dasamuka, Dasamuka Lahir, Arjuna Sastrabahu, dan
cerita tentang Dewi Shinta.
b. Adiparwa di antaranya berisi
cerita Dewi Lara Amis, Bale Sigala-gala, Arimba Lena, Peksi Dewata, Kala
Rahu (Rambu Culung atau terjadinya gerhana matahari), dan cerita
lahir-lahiran termasuk perkawinan Arjuna dan Sumbadra.
c. Subhaparwa berisi cerita Pandawa Dadu
d. Wirathaparwa berisi cerita Jala Abilawa dan Wirarha Parwa
e. Udyagaparwa di antaranya berisi cerita Kresna Gugah
f. Bismaparwa berisi cerita Bisma Gugur dan lain-lain (Poerbatjaraka, 1952)
Raja-raja Jawa yang lain setelah
Prabu Dharmawangsa Teguh, setelah raja Kediri, Majapahit, Demak,
Kartasura, dan Surakarta, banyak menghasilkan karya-karya sastra,
diantaranya lakon-lakon wayang, seperti misalnya, lakon Kresna Kembang
di ambil dari Kitab Kresnayana; lakon Ciptoning dari Kitab Arjunawiwaha;
lakon Dasarata Lahir diambil dari Kitab Sumanasantaka; Betara Gana
Lahir diambil dari Smaradahana, dan lain sebagainya.
Judul-judul lakon yang bersumber dari
serat-serat seperti yang telah disebutkan, dan diantaranya masih
dipentaskan oleh para dalang sampai sekarang. Namun sampai kurun waktu
tertentu, wujud lakon di dalam pakeliran yang meliputi teknis pakeliran,
alur lakon, bangunan lakon maupun garap lakonnya, baru dapat memperoleh
gambaran, setelah munculnya pakem pedalangan-pedalangan di awal tahun
1930-an untuk panduan para siswa pedalangan, yang diprakarsa oleh
Keraton Surakarta, Yogyakarta dan Mangkunegaran. Wujud pakeliran pada
setiap generasi, sebelum dan sesudah adanya pakem, selalu mengalami
perubahan, baik bentuk maupun isinya.
Pada masa seputar kemerdekaan
penyelenggaraan pertunjukan wayang terkait erat dengan kegiatan ritual,
seperti suran, sedhekah bumi, sandranan dan semacamnya, maka lakon-lakon
wayang yang beredar waktu itu – kecuali lakon-lakon lama yang telah ada
– juga lakon-lakon ruwatan seperti Sudamala, Tudhungkala, Murwakala,
Babat Wanamarta, Udan Mintaya dan lain-lain. Selain itu pertunjukan
wayang juga digunakan untuk menyertai hajat yang berhubungan dengan daur
hidup manusia, seperti mitoni, kelahiran, tetakan atau supitan,
perkawinan, nyewu, dan sebagainya. Untuk hajat perkawinan lakon-lakon
yang ditampilkan, adalah lakon-lakon raben, diantaranya Parta Krama,
Wisanggeni Krama dan sejenisnya, juga untuk berbagai macam hajatan
keluarga seringkali dipentaskan lakon jenis wahyu. Lakon-lakon wahyu
ini, juga beredar di masyarakat pedalangan, misalnya, Makutharama, Purba
Kayun, Trimanggala, Cangkir Gadhing, dan lain-lain.
Kemudian pada perkembangannya muncul
lakon-lakon baru yang disebut lakon carangan, dan ketentuan-ketentuan
tersebut masih berlaku dan dimainkan oleh para dalang hingga saat ini.
Pada perkembangannya kemudian dari hasil wawancara diperoleh keterangan
bahwa hampir semua dalang mengaku, pernah menyusun, menggubah dan atau
mencipta lakon. Lahirnya lakon-lakon carangan ini merupakan ekspresi
seniman dalang yang terpacu oleh faktor internal dan eksternal untuk
memenuhi tuntutan jaman, karena lakon-lakon yang telah ada kemungkinan
tidak lagi dapat menampung permasalahan-permasalahan yang ada di dalam
masyarakatnya (Murtiyoso. 2006).
Penggolongan jenis lakon
Penggolongan jenis lakon wayang kulit
purwa, dapat digolongkan menurut jenisnya, misalnya jenis wahyu, raben,
lahir, mukswa dan lain-lain. Tujuan dari penggolongan jenis lakon yang
dimaksudkan, adalah untuk memahami karakteristik lakon, yang sebelumnya
(Murtiyoso. 2006) mengalami kesulitan dalam menggolongkan jenis lakon
tersebut. Karena beragamnya lakon-lakon wayang yang diantaranya
disebabkan adanya tumpang tindihnya alur, maka jenis lakon digolongkan
berdasarkan judul-judul lakon dan peristiwa terpenting yang terjadi
dalam suatu kelompok lakon. untuk mempermudah penggolongannya (Murtiyoso
dan Suratno. 1992)
Penggolongan berdasarkan judul lakon
dapat digolongkan menjadi jenis lahiran, raben, alap-alapan, gugur atau
lena, mbangun, jumenengan, wahyu, nama tokoh, banjaran dan duta.
Sedangkan penetapan jenis lakon berdasarkan peristiwa terpenting yang
terjadi dalam suatu kelompok lakon, antara lain jenis paekan, kraman,
asmara, wirid, ngenger, kilatbuwanan, perang ageng, dan boyong.
Selanjutnya secara singkat akan diuraikan masing-masing jenis lakon yang
digolongkan berdasarkan kedua criteria itu berikut ciri pokok dengan
contohnya (Mutiyoso, dkk. 2004)
Penggolongan Berdasarkan Judul Lakon (Mutiyoso, dkk. 2004)
1. Jenis lahiran: ciri pokok lakon
jenis lahiran adalah, bahwa dalam lakon ini terjadi kelakiran seorang
tokoh wayang. Contoh: Setyaki Lahir, Abimanyu Lahir, Wisanggeni Lahir
dan lain-lain.
2. Jenis raben: seperti halnya lakon
jenis lahiran, di dalam lakon jenis raben atau krama ini terjadi
perkawinan atau krama seorang tokoh wayang. Contoh: Parta Krama, Rabine
Gathotkaca, Palasara Krama, Irawan Rabi, dan sejenisnya.
3. Jenis alap-alapan: dalam jenis
alap-alapan ini, ceritanya terjadi perebutan putri raja diantara para
satria atau raja dari berbagai tempat, misalnya, alap-alapan Sukesi,
Alap-alapan Dursilawati, Alap-alapan Setyaboma, dan sejenisnya. Mirip
dengan lakon alap-alapan ini adalah lakon dengan judul sayembara,
misalnya, Sayembara Kasipura, Gandamana Sayembara, dan Sayembara
Mantili.
4. Jenis gugur atau lena: dalam lakon
jenis ini terdapat meninggalnya seorang tokoh, misalnya Abimanyu Gugur,
Gathotkaca Gugur, Salya Gugur, Dasamuka Lena, Kangsa Lena dan
lain-lain.
5. Jenis mbangun: ciri pokok lakon
jenis mbangun adalah adanya kegiatan pembangunan suatu tempat, misalnya
mBangun Taman Maerakaca, mBangun Candi Saptarengga, Semar mBangun
Gedhongkencana, Semar mBangun Klampis Ireng dan lain-lain.
6. Jenis jumenengan: di dalam lakon
jenis jumenengan, terjadi kegiatan atau peristiwa pengukuhan atau
penetapan seorang tokoh menjadi raja, misalnya Jumenengan Parikesit,
Jumenengan Puntadewa, Jumenengan Kakrasana dan sejenisnya.
7. Jenis wahyu: isi pokok lakon jenis
wahyu adalah peristiwa pemberian anugerah (wahyu) dari dewa kepada
tokoh wayang tertentu karena keberhasilan atau jasa tokoh tertentu ini
kepada dewa. Contoh: Wahyu Eka Bawana, Wahyu Trimanggala, Wahyu Payung
Tunggulnaga, dan sejenisnya.
8. Jenis nama tokoh: ciri lakon
wayang jenis nama tokoh yang dimaksudkan di sini adalah pertunjukan
lakon wayang yang diberi judul dengan hanya menyebut nama tokoh wayang,
dan nama tokoh ini, biasanya nama tokoh utama dalam peristiwa lakon.
Misalnya: Begawan Kilatbuwana, Begawan Lomana, Mayangkara, Begawan
Ciptoning, Watugunung, Begawan Dwihastha dan sejenisnya.
9. Jenis banjaran: adalah
penggabungan beberapa lakon yang menceritakan seorang tokoh dari lahir
sampai mati dalam satu kesatuan pentas. Contoh: Banjaran Bima, Banjaran
Karna, Banjaran Gatutkaca, dan sejenisnya.
10. Jenis duta: ciri lakon jenis duta
adalah adanya seorang tokoh wayang yang mendapat tugas menjadi duta
dari seorang raja agar dapat menyelesaikan suatu masalah. Contoh: Anoman
Dhuta, Kresna Dhuta, Drupada Dhuta, dan sejenisnya.
Penggolongan Jenis Lakon berdasarkan Peristiwa Penting (Mutiyoso, dkk. 2004)
1. Jenis paekan: ciri lakon jenis
paekan adalah adanya rencana secara licik seseorang atau kelompok tokoh
wayang untuk mencelakakan tokoh wayang yang lain. Misalnya: Gandamana
Luweng, Gatutkaca Sungging, Kresna Cupu, Sinta Ilang, dan sejenisnya.
2. Jenis kraman: ciri lakon jenis
kraman adalah adanya peristiwa pemberontakan atau makar, baik secara
terang-terangan maupun terselubung. Misalnya: Brajadhenta mBalela,
Kangsa Adu Jago, dan Jagal Abilawa.
3. Jenis asmara: ciri lakon jenis
asmara adalah adanya kisah pokok tentang seorang tokoh yang jatuh cinta
dengan lawan jenisnya. Misalnya: Sumbadra Larung, Petruk Gandrung,
Irawan Maling, dan sejenisnya.
4. Jenis wirid: ciri pokok lakon
jenis wirid adalah mengisahkan seorang tokoh wayang yang mendambakan
hakekat kehidupan yang sempurna. Contohnya Kunjarakarna, Ciptaning,
Bimasuci dan sejenisnya.
5. Jenis ngenger: jenis lakon ngenger
ini mengisahkan adanya seorang tokoh wayang yang ingin mengabdikan diri
kepada suatu negara atau raja. Contoh: Sumantri Ngenger, Wibisana
Suwita, dan Trigangga Suwita.
6. Jenis kilatbuwanan: yang
digolongkan ke dalam jenis kilatbuwanan ini adalah lakon-lakon yang
memiliki ciri-ciri alur cerita mirip lakon Kilatbuwana. Adapun ciri-ciri
itu diantaranya adalah: adanya seorang pendeta di Astina yang sanggup
membatalkan perang Baratayuda dengan sarana membunuh tokoh penting yang
berpihak kepada Pandawa, seperti Kresna, Anoman, Semar beserta
anak-anaknya. Tokoh-tokoh yang akan dibunuh ini selalu terhindar dari
kematian, dan beralih rupa menjadi pendeta. Pendeta baru inilah yang
dapat membuka kedok pendeta palsu di Astina tersebut menjadi tokoh asli
yaitu Guru, Durga, Rahwana atau Kala. Contoh: Begawan Lomana, Begawan
Warsitajati, Kresna Cupu dan sejenisnya.
7. Jenis perang ageng: jenis lakon
perang ageng adalah mengisahkan adanya tragedi perang besar serta
melibatkan tokoh-tokoh penting. Contohnya: Baratayuda (Pandawa melawan
Kurawa), Pamuksa (Tremboko melawan Pandu), Guntarayana (Ciptoning
melawan Niwatakawaca) Gojalisuta (Kresna melawan Bomanarakasura) dan
sejenisnya.
8. Jenis boyong: ciri lakon boyong
adalah mengisahkan adanya perpindahan seseorang atau kelompok tokoh
wayang dari satu tempat ketempat lain. Contoh: Srimulih, Pendawa Boyong,
Sinta Boyong, Semar Boyong dan sejenisnya.
Dikutip dari Disertasi Ismoerdijahwati Koeshandari Rahayu
(Tulisan ini diambil dari/sumber: http://wayangprabu.com/2013/03/27/sekilas-tentang-lakon-wayang/#more-13259 Klik laman Wayangprabu.cpm
GATOTKACA - versi jawa kuna
GATOTKACA - versi jawa kuna
dari ADIPARVA - Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia
oleh P.J. Zoetmulder, penerbit Paramita - Surabaya 2006
(bab XV- hal 232)
Sang Bhima dibawa terbang ke gunung Srngga. Maka lalu berhias diri, segala sesuatunya menyebabkan rupanya merindukan;
segala macam pakaian yang utama dikenakannya.
Karena itu Sang Bhima merasa senang, lalu berjalan-jalan di tempat yang sangat ramainya, tempat itu didatangi berdua.
Masuk taman dalam hutan itu, sampai di asrama, di gunung, habis didatanginya.
Mereka merasa senang. Akhirnya ia bercumbuan dengan sang Hidimbi,
dan berputera seorang (berbadan) raksasa,
tiksnadamstra taringnya tajam,
sutamranetra matanya merah,
mahawaktra mulutnya lebar,
sangkukarna telinganya seperti lipung (tombak),
mahatanuh badannya besar,
mahajothawa perutnya (pun) besar,
mahabalah sangat saktinya dan kuat pula.
Balo 'pi yauwanam praptah karena anak lahir di hutan (menyebabkan) tiada takut akan segala macam bahaya.
Agrastah tiada kurang sedikitpun kebagusan perangainya,
manojawah jalannya sangat kencang, sama dengan jalan pikiran, kesaktiannya bagai kesaktian raksasa.
Maka anak itu menyembah ke pada ibu dan bapanya.
Ghatopamah kacokesi lagi pula kelihatan rambutnya lebat tidak teratur, sanggulnya seperti ghata (periuk)
Tasmad Ghatotkaca maka diberinya nama Ghatotkaca.
Sangat moleknya, diramalkan Batara Indra, kelak akan mendapatkan lipung Sang Karna.
Demikianlah anak Sang Bhima itu.
Sesudah sang Hidimbi berputera itu lalu kembali ke tempat Dewi Kunti diiringkan oleh Sang Bhima dan sang Ghatotkaca.
Bertemulah empat orang Pandawa dalam pesta, tiada kurang sedikitpun berkat kebesaran jiwa sang Hidimbi.
Kemudian datanglah Ghatotkaca minta supaya diberi petunjuk barang sesuatu yang baik dikerjkan dalam keadaan bahaya yang mungkin terjadi.
Sesudah menyembah dan minta diri ke pada Dewi Kunti dan lima orang Pandawa, iapun pergi bersama dengan ibunya.
Sang Pandawa ditinggalkannya.
(sumber waosan kapendhet saking Grup Wayang Nusantara (Indonesia) http://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/gatotkaca-versi-jawa-kuna/10151514641601110)
dari ADIPARVA - Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia
oleh P.J. Zoetmulder, penerbit Paramita - Surabaya 2006
(bab XV- hal 232)
Sang Bhima dibawa terbang ke gunung Srngga. Maka lalu berhias diri, segala sesuatunya menyebabkan rupanya merindukan;
segala macam pakaian yang utama dikenakannya.
Karena itu Sang Bhima merasa senang, lalu berjalan-jalan di tempat yang sangat ramainya, tempat itu didatangi berdua.
Masuk taman dalam hutan itu, sampai di asrama, di gunung, habis didatanginya.
Mereka merasa senang. Akhirnya ia bercumbuan dengan sang Hidimbi,

tiksnadamstra taringnya tajam,
sutamranetra matanya merah,
mahawaktra mulutnya lebar,
sangkukarna telinganya seperti lipung (tombak),
mahatanuh badannya besar,
mahajothawa perutnya (pun) besar,
mahabalah sangat saktinya dan kuat pula.
Balo 'pi yauwanam praptah karena anak lahir di hutan (menyebabkan) tiada takut akan segala macam bahaya.
Agrastah tiada kurang sedikitpun kebagusan perangainya,
manojawah jalannya sangat kencang, sama dengan jalan pikiran, kesaktiannya bagai kesaktian raksasa.
Maka anak itu menyembah ke pada ibu dan bapanya.
Ghatopamah kacokesi lagi pula kelihatan rambutnya lebat tidak teratur, sanggulnya seperti ghata (periuk)
Tasmad Ghatotkaca maka diberinya nama Ghatotkaca.
Sangat moleknya, diramalkan Batara Indra, kelak akan mendapatkan lipung Sang Karna.
Demikianlah anak Sang Bhima itu.
Sesudah sang Hidimbi berputera itu lalu kembali ke tempat Dewi Kunti diiringkan oleh Sang Bhima dan sang Ghatotkaca.
Bertemulah empat orang Pandawa dalam pesta, tiada kurang sedikitpun berkat kebesaran jiwa sang Hidimbi.
Kemudian datanglah Ghatotkaca minta supaya diberi petunjuk barang sesuatu yang baik dikerjkan dalam keadaan bahaya yang mungkin terjadi.
Sesudah menyembah dan minta diri ke pada Dewi Kunti dan lima orang Pandawa, iapun pergi bersama dengan ibunya.
Sang Pandawa ditinggalkannya.
(sumber waosan kapendhet saking Grup Wayang Nusantara (Indonesia) http://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/gatotkaca-versi-jawa-kuna/10151514641601110)
Thursday, 26 September 2013
Tembang Dolanan Jawa
SLUKU-SLUKU BATHOK
Sluku-sluku bathok
bathoke ela-elo
si romo menyang solo
oleh-olehe payung moda
tak jenthir ololobah
wong mati ora obah
yen obah medeni bocah
yen urip nggoleko dhuwit
PITIK TUKUNG
Aku duwe pitik pitik tukung
Saben dina tak pakani jagung
Petok gok petok petok ngendok pitu
Tak ngremake netes telu
Kabeh trondol trondol tanpa wulu
Mondol mondol dol gawe guyu
ILIR-ILIR
Lir ilir..lir ilir..tanduré wus sumilir Tak ijo royo-royo..taksengguh temantèn anyar
Cah angon.cah angon..pènèkké blimbing kuwi , Lunyu-lunyu ya pènèken kanggo masuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhah ing pinggir Dondomana jlumatana kanggo séba méngko soré Mumpung padhang rembulané
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé
KATE-KATE DIPANAH
Te kate dipanah
dipanah ngisor nggelagah
ana manuk ondhe ondhe
Mbok sir bombok bok sir kate
Mbok sir bombok mbok sir kate
MENTHOK-MENTHOK
Menthok menthok tak kandhani
Saksolahmu angisi-isini
Mbok ya aja ngetok
Ana kandhang wae
Enak-enak ngorok ora nyambut gawe
Menthok-menthok mung lakumu
Megal-megol gawe guyu
KUPU KUWI
Kupu kuwi tak encupe
Mung abure ngewuhake
Ngalor-ngidul
Ngetan bali ngulon
Mrana-mrene mung sak paran-paran
Mbokya mencok tak encupe
Mentas mencok clegrok
Banjur mabur kleper
JAGO KATE
Jago kate te te te
Kukukluruk … kok
Amecece ce ce ce
Kukukluruk
Dibalang watu bocah kuncung
Keok … kena telehe
Njranthal … pelayune
Mari umuk mari ngece
Si kate katon nyekukruk
PADANG MBULAN
Yo, poro konco dolanan ning jobo
Padang mbulan, padange koyo rino
Rembulane sing ngawe-awe
Ngelingake ojo podo turu sore
JAMURAN
Jamuran… jamuran…ya ge ge thok…
jamur apa ya ge ge thok…
Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung,
sira badhe jamur apa?
KODOK NGOREK
Kodok ngorek kodok ngorek ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblungteyot teyot teblung
Bocah pinter bocah pinter besuk dadi dokter
bocah bodho bocah bodho besuk kaya kebo
KIDANG TALUN
Kidang talun
mangan gedang talun
mil kethemil…mil kethemil…
si kidang mangan lembayung
DHONDHONG APA SALAK
dhondhong apa salak dhuku cilik cilik
gendong apa mbecak mlaku thimik thimik
adhik ndherek ibu tindak menyang pasar
ora pareng rewel ora pareng nakal
mengko ibu mesthi mundhut oleh-oleh
kacang karo roti adhik diparingi
PITIK TUKUNG
Aku duwe pitik, pitik tukung..
saben dina, tak pakani jagung
petok gogok petok petok ngendhog siji,
tak teteske…kabeh trondhol..dhol..dhol..
tanpa wulu..megal-megol.. gol.. gol.. gawe guyu…
JARANAN
jaranan-jaranan… jarane jaran teji
sing numpak ndara bei
sing ngiring para mantri
jeg jeg nong..jeg jeg gung
prok prok turut lurung
gedebug krincing gedebug krincing
prok prok gedebug jedher
GUNDHUL-GUNDHUL PACUL
Gundhul gundhul pacul cul, gembelengan
nyunggi nyunggi wakul kul, petentengan
wakul ngglimpang, segane dadi sak latar
wakul ngglimpang, segane dadi sak latar
MENTHOK-MENTHOK
Menthok, menthok, tak kandani mung lakumu,
angisin-isini mbok yo ojo ngetok,
ono kandhang wae enak-enak ngorok,
ora nyambut gawe
menthok, menthok …
mung lakukumu megal megol gawe guyu
GAMBANG SULING
Gambang suling, ngumandhang swarane
tulat tulit, kepenak unine
uuuunine.. mung..nreyuhake ba-
reng lan kentrung ke-
tipung suling, sigrak kendhangane
SUWE ORA JAMU
Suwe ora jamu
jamu godong tela
suwe ora ketemu
ketemu pisan gawe gela
Sluku-sluku bathok
bathoke ela-elo
si romo menyang solo
oleh-olehe payung moda
tak jenthir ololobah
wong mati ora obah
yen obah medeni bocah
yen urip nggoleko dhuwit
PITIK TUKUNG
Aku duwe pitik pitik tukung
Saben dina tak pakani jagung
Petok gok petok petok ngendok pitu
Tak ngremake netes telu
Kabeh trondol trondol tanpa wulu
Mondol mondol dol gawe guyu
ILIR-ILIR
Lir ilir..lir ilir..tanduré wus sumilir Tak ijo royo-royo..taksengguh temantèn anyar
Cah angon.cah angon..pènèkké blimbing kuwi , Lunyu-lunyu ya pènèken kanggo masuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhah ing pinggir Dondomana jlumatana kanggo séba méngko soré Mumpung padhang rembulané
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé
KATE-KATE DIPANAH
Te kate dipanah
dipanah ngisor nggelagah
ana manuk ondhe ondhe
Mbok sir bombok bok sir kate
Mbok sir bombok mbok sir kate
MENTHOK-MENTHOK
Menthok menthok tak kandhani
Saksolahmu angisi-isini
Mbok ya aja ngetok
Ana kandhang wae
Enak-enak ngorok ora nyambut gawe
Menthok-menthok mung lakumu
Megal-megol gawe guyu
KUPU KUWI
Kupu kuwi tak encupe
Mung abure ngewuhake
Ngalor-ngidul
Ngetan bali ngulon
Mrana-mrene mung sak paran-paran
Mbokya mencok tak encupe
Mentas mencok clegrok
Banjur mabur kleper
JAGO KATE
Jago kate te te te
Kukukluruk … kok
Amecece ce ce ce
Kukukluruk
Dibalang watu bocah kuncung
Keok … kena telehe
Njranthal … pelayune
Mari umuk mari ngece
Si kate katon nyekukruk
PADANG MBULAN
Yo, poro konco dolanan ning jobo
Padang mbulan, padange koyo rino
Rembulane sing ngawe-awe
Ngelingake ojo podo turu sore
JAMURAN
Jamuran… jamuran…ya ge ge thok…
jamur apa ya ge ge thok…
Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung,
sira badhe jamur apa?
KODOK NGOREK
Kodok ngorek kodok ngorek ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblungteyot teyot teblung
Bocah pinter bocah pinter besuk dadi dokter
bocah bodho bocah bodho besuk kaya kebo
KIDANG TALUN
Kidang talun
mangan gedang talun
mil kethemil…mil kethemil…
si kidang mangan lembayung
DHONDHONG APA SALAK
dhondhong apa salak dhuku cilik cilik
gendong apa mbecak mlaku thimik thimik
adhik ndherek ibu tindak menyang pasar
ora pareng rewel ora pareng nakal
mengko ibu mesthi mundhut oleh-oleh
kacang karo roti adhik diparingi
PITIK TUKUNG
Aku duwe pitik, pitik tukung..
saben dina, tak pakani jagung
petok gogok petok petok ngendhog siji,
tak teteske…kabeh trondhol..dhol..dhol..
tanpa wulu..megal-megol.. gol.. gol.. gawe guyu…
JARANAN
jaranan-jaranan… jarane jaran teji
sing numpak ndara bei
sing ngiring para mantri
jeg jeg nong..jeg jeg gung
prok prok turut lurung
gedebug krincing gedebug krincing
prok prok gedebug jedher
GUNDHUL-GUNDHUL PACUL
Gundhul gundhul pacul cul, gembelengan
nyunggi nyunggi wakul kul, petentengan
wakul ngglimpang, segane dadi sak latar
wakul ngglimpang, segane dadi sak latar
MENTHOK-MENTHOK
Menthok, menthok, tak kandani mung lakumu,
angisin-isini mbok yo ojo ngetok,
ono kandhang wae enak-enak ngorok,
ora nyambut gawe
menthok, menthok …
mung lakukumu megal megol gawe guyu
GAMBANG SULING
Gambang suling, ngumandhang swarane
tulat tulit, kepenak unine
uuuunine.. mung..nreyuhake ba-
reng lan kentrung ke-
tipung suling, sigrak kendhangane
SUWE ORA JAMU
Suwe ora jamu
jamu godong tela
suwe ora ketemu
ketemu pisan gawe gela
Kidung Rumeksa ing Wengi
KIDUNG RUMEKSA ING WENGI
--Dhandhanggula
ana kidung rumeksa ing wengi
teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
miwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirna.*
Tembang Dandhanggula isi donga tetulak iku riptane Kanjeng Sunan Kalijaga. Menawa ditembangake ing tengah wengi, sing ngrungokake, menawa sing krungu mau bisa nglaras lan ngrasakake sarana ati, atine bisa kaya kegeret menyang papan sing adoh nglangut . Apamaneh sing nembangake sawijining simbah karo ngendhong putune kang lagi nangis kepiyer tengah wengi kaya diganggu lelembut. Ditembangake kaya mengkono, putune kang isih bayi dadi meneng enggone nangis, keturon ing gendhongane simbahe. Jim setan sing maune ngganggu kaya padha sumingkir, wedi dening ukarane tembang kang nggeterake ngemu daya magis.
TEMBANG Dhandhanggula 10 gatra (larik) isi donga tetulak iku, ana maknane ing saben gatra, yaiku :
(1) Ana kidung rumeksa ing wengi, tegese, ana tembang kang ngreksa utawa ngayomi jroning wengi.
(2) Teguh hayu luputa ing lara, tegese, santosa bagas waras ora kena lelara.
(3) Luputa bilahi kabeh, tegese, kabeh sing bisa gawe bilahi padha sumingkir.
(4) Jim setan datan purun, tegese, bangsa lelembut ora ana sing gelem nganggu gawe.
(5) Paneluhan tan ana wani, tegese, santhet lan tenung uga ora ana sing tumama.
(6) Miwah panggawe ala, tegese, uga bisa slamet yen ana panggaawene wong ala.
(7) Gunaning wong luput, tegese, uga bisa slamet yen ana guna-guna kang amaeka.
(8) Geni atemahan tirta, tegese, senajan geni iku panas, ora kuwawa ngobong dheweke awit geni iku malih adhem kaya kesiram tirta ( banyu).
(9) Maling adoh tan ana kang ngarah ing mami, tegese, mengkono uga tekane maling saka adoh kang arep tumindak culika colong jupuk ing omahe sing ngidung iku, gagal wurung enggone tumindak ala.
(10) Guna duduk pan sirna, tegese, Guna saemper tenung lan santhet, uga sirna, ora tumama.
Mengkono isine donga tetulak ing tembang iku, kanggo nulak tekane samubarang kang kang ala saka panggawene jim setan lan cendhalane wong jail-methakil kang seneng maeka liyan.@
(Djajus Pete).- (sumber : https://www.facebook.com/basajawa)
Sumberipun (Klik)
Klik ugi
Kidung Rumeksa ing Wengi
--Dhandhanggula
ana kidung rumeksa ing wengi
teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
miwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirna.*
Tembang Dandhanggula isi donga tetulak iku riptane Kanjeng Sunan Kalijaga. Menawa ditembangake ing tengah wengi, sing ngrungokake, menawa sing krungu mau bisa nglaras lan ngrasakake sarana ati, atine bisa kaya kegeret menyang papan sing adoh nglangut . Apamaneh sing nembangake sawijining simbah karo ngendhong putune kang lagi nangis kepiyer tengah wengi kaya diganggu lelembut. Ditembangake kaya mengkono, putune kang isih bayi dadi meneng enggone nangis, keturon ing gendhongane simbahe. Jim setan sing maune ngganggu kaya padha sumingkir, wedi dening ukarane tembang kang nggeterake ngemu daya magis.
TEMBANG Dhandhanggula 10 gatra (larik) isi donga tetulak iku, ana maknane ing saben gatra, yaiku :
(1) Ana kidung rumeksa ing wengi, tegese, ana tembang kang ngreksa utawa ngayomi jroning wengi.
(2) Teguh hayu luputa ing lara, tegese, santosa bagas waras ora kena lelara.
(3) Luputa bilahi kabeh, tegese, kabeh sing bisa gawe bilahi padha sumingkir.
(4) Jim setan datan purun, tegese, bangsa lelembut ora ana sing gelem nganggu gawe.
(5) Paneluhan tan ana wani, tegese, santhet lan tenung uga ora ana sing tumama.
(6) Miwah panggawe ala, tegese, uga bisa slamet yen ana panggaawene wong ala.
(7) Gunaning wong luput, tegese, uga bisa slamet yen ana guna-guna kang amaeka.
(8) Geni atemahan tirta, tegese, senajan geni iku panas, ora kuwawa ngobong dheweke awit geni iku malih adhem kaya kesiram tirta ( banyu).
(9) Maling adoh tan ana kang ngarah ing mami, tegese, mengkono uga tekane maling saka adoh kang arep tumindak culika colong jupuk ing omahe sing ngidung iku, gagal wurung enggone tumindak ala.
(10) Guna duduk pan sirna, tegese, Guna saemper tenung lan santhet, uga sirna, ora tumama.
Mengkono isine donga tetulak ing tembang iku, kanggo nulak tekane samubarang kang kang ala saka panggawene jim setan lan cendhalane wong jail-methakil kang seneng maeka liyan.@
(Djajus Pete).- (sumber : https://www.facebook.com/basajawa)
Sumberipun (Klik)
Klik ugi
Kidung Rumeksa ing Wengi
Tembung Camboran
By Unknown11:26:00Materi Ajar Bahasa Jawa, Materi Basa Jawa SMP, Paramasastra, Tembung Camboran
No comments:

Tembung Camboran utawa kata majemuk (komposisi) yaiku tembung loro utawa luwih sing digandheng dadi siji, lan tembung mau dadi tembung anyar sing tegese uda dadi melu anyar. Sing dikarepake anyar tegese dadi beda nalika tembung-tembung mau durung ditulis gandheng dadi tembung camboran.
Tuladha:
a. Lare angon tegese dudu bocah sing angon, nanging lare angon kuwi jenenge ula.
b. Buntut urang tegese dudu buntute urang nanging jenenge rambut sing njenthir ing githok.
c. Semar mendem tegese dudu semar sing lagi mendem nanging iku rane panganan sing digawe saka beras ketan.
d. Randha royal tegese dudu randha sing seneng royal nanging iku arane tape goreng.
e. Raja lele tegese dudu ratune lele nanging arane pari utawa beras.
Tembung camboran sing baku mung ana loro yaiku camboran wutuh lan camboran tugel.
a. Tembung camboran wutuh yaiku yen tembung sing dicambor isih wutuh.
tuladha: dhadha menthok, raja lele, lsp.
b. Tembung camboran tugel yaiku menawa tembunge sing dicambor wis ora wutuh amarga diwancah utawa ditugel. sing ditugel bisa loro-lorone bisa uga mung salah siji tembunge.
tuladha: panas atis --- dadi panastis; abot repot --- dadi botrepot; balung kulit --- dadi lunglit, lsp.
Tuladha cengkorongan Sesorah
Tuladha cengkorongan sesorah:
Sesorah Sukuran
a. Salam pambuka
b. Atur pakurmatan lan panyapa aruh (urut saka sing dikurmati dhewe)
c. Atur puji syukur
d. Atur pambuka
e. Isi/wigatine sesorah
f. Atur panyuwun/ajak-ajak jumbuh karo isine sesorah
g. Atur dedonga, pangajab lan njaluk pangapura
h. Salam panutuo
Tembung Kerata Basa
By Unknown11:10:00Kawruh Basa, Kerata Basa, Materi Ajar Bahasa Jawa, Rangkuman Materi, Suplemen materi Bahasa Jawa
No comments:

Tembung Kerata Basa utawa jarwa dhosok yaiku negesi sawenehing tembung kanthi adhedhasar wanda-wandane tembung mau. Menawa dideleng wujude tembung mau dadi kaya cekakan utawa singkatan, nanging sejatine dudu amarga tembunge karo tegese anane dhisik tembunge. Sing perlu dingerteni menawa tegese tembung dadi memper utawa cocok karo kahanane mula ora saben tembung bisa digawe jarwa dhosoke.
Tuladha:
tebu --- tegese : antebing kalbu
garwa --- tegese : sigarane nyawa
gelas --- tegese : yen tugel ora kena dilas
piring --- tegese : sepine yen wis miring
kodhok --- tegese : teka-teka ndhodhok
kupluk --- tegese : kaku tur nyempluk
sirah --- tegese : isine rah
cengkir --- tegese : kencenging pikir, lan sapiturute.
Wednesday, 25 September 2013
Bebasan lan Saloka
By Unknown10:27:00Bahasa Jawa, Bebasan, Kawruh Kagunan Basa, Materi Ajar Bahasa Jawa, Materi Basa Jawa SMP, Rangkuman Materi, Saloka
No comments:

Bebasan lan saloka iku sejatine padha tegese yaiku unen-unen kang gumathok sing ajeg panganggone lan ukurane nganggo pepindhan. Tegese gumathok lan ajeg panganggone yaiku tembung-tembunge ora kena diowahi kanthi ngganti nganggo tembung liya uga ora kena dikramakake. Dene ukarane pepindhan tegese ukarane ora wantah utawa ora lugu nanging kanthi pangumpamaan.
Ananging ana saperangan para winasis sing mbedakake antarane bebasan karo saloka yaiku mapan ing bab sing dipindhakake. Menawa sing dipindhakake utawa sing diumpamakake iku uwonge diarani saloka, dene menawa sing dipindhakake iku kahanane, tindak-tanduke utawa pakaryane uwong iku arane bebasan.
Tuladha Saloka:
a. Kebo kabotan sungu tegese uwong sing rekasa uripe amarga kakehan tanggungan (anak).
b. Bathok bolu isi madu tegese uwong sing laire ora mingsra nanging kadunungan kaluwihan.
c. Gajah ngidak rapah tegese uwong sing nglanggar wewalere dhewe.
Tuladha bebasan:
a. Nglungguhi klasa gumelar ngibaratake mung kari nemu kepenake.
b. Nabok nyilih tangan ngibaratake nggawa cilaka nanging lumantar wong liya.
Tuesday, 17 September 2013
CPNS Bahasa Jawa 2013 Kota Probolinggo Jatim
Pengumuman Tentang Penerimaan Seleksi CPNS Pemerintah Kota Probolinggo Tahun 2013
PENGUMUMAN
Nomor : 811 / 210 / 425.203 / 2013
Nomor : 811 / 210 / 425.203 / 2013
TENTANG
PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
DARI PELAMAR UMUM TAHUN 2013
PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
DARI PELAMAR UMUM TAHUN 2013
Berdasarkan Surat Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor R/110.F/M.PAN-RB/08/2013 tentang
Persetujuan Rincian Tambahan Alokasi Formasi CPNS Daerah Tahun 2013,
maka Pemerintah Kota Probolinggo akan melaksanakan Ujian Penyaringan
dalam rangka Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil dari Pelamar Umum
Tahun 2013 sebanyak 35 orang, dengan rincian jabatan dan kualifikasi
pendidikan sebagaimana daftar terlampir
Klik disini
Klik disini
Friday, 13 September 2013
Adigang Adigung Adiguna
By Unknown16:41:00Falsafah Hidup Orang Jawa, Paribasan Jawi, Pepeling, Pitutur Luhur, Ungkapan Tradisional Jawa
No comments:

Tegese yaiku ngendel-endelake kekuwatan, panguwasa, lan kapinteran sing diduweni. Adigang yaiku sipat kang ngegul-gulake kekuwataning awak (raga), kayadene kidang. tandang tanduke cukat trengginas, playune pilih tandhing. Dene adigung iku sipat kang ngongsakake pangkat, drajat, keluhuran, apadene trah tedhak turune priyagung (wong gedhe). Pawongan kang nduweni watak adigung umume dipadhakake karo gajah. Awake gedhe, ora ana sing madhani, lan yen padudon akeh menange. Dene adiguna yaiku sipat kang ngendelake kapinteran lan akal. Sipat iki umume digambarake kaya watake ula. Ula iku katone ringkih, nanging wisane mbebayani.
Thursday, 7 February 2013
KAMUS BASA JAWA - INDONESIA (abjad D)
dadak (ta) harus, terpaksa
dadakan (tkr) tanpa rencana
dadakan (ta) pemicu timbulnya permasalahan
dadar (ta) makanan/ telor digoreng melebar tipis
dadèn-dadèn (ts) jadi-jadian
dhadhal (ts) runtuh terbawa arus air
dadi (ts) jadi
dados; dados (ts) jadi
dagang (tk) berdagang
dahana (ta) api
dahuru (ta) huru-hara
dahwèn (ta) suka mencerca
(ts) dalah (tpy) dan; bersama dengan
(ts) dalan (ta) jalan
(ts) dalem (ta) rumah
dalu; dalu (ta, tkr) malam
(ts) damar (ta) lak
damar (ta) pelita
damèn (ta) barang padi
dami (ta) jerami nangka
damu (tk) tiup
dandan (tk) bersolek/ merias diri
dandan-dandan (tk) memperbaiki bangunan (rumah dsb.)
dandang (ta) periuk nasi
dandos; dandos (tk) perbaiki
danawa raksasa
dara (ta) burung dara
dara (ts) betina muda (untuk ayam)
darbé (tk) milik, mempunyai
darma (ta) darma, kewajiban dalam hidup
dasa (tw) puluh
dawa (ts) panjang
dawet (ta) cendol
daya (ta) daya
daya-daya (tkr) bersegera
dédé (tkr) bukan
degan (ta) kelapa muda
deling (ta) bambu
demèk (tk) pegang
déné (tpy) sedangkan
dengkul (ta) lutut
désa (ta) desa
déwa (ta) dewa
dhadha mengakui kesalahan
dhadha (ta) dada
dhadhak (ta) getah
dhadhakmerak (ta) pemain dalam kesenian reog yang memakai hiasan bulu merak di kepalanya
dhadhu (ta) dadu
dhadhung (ta) tali
dhagelan (ta) lawak
dhangka (ta) tempat asal
dhalang (ta) dalang
dhawah; dhawah (tk) jatuh
dhawuh (ta; tk) ucapan; perintah; memerintahkan
dhayoh (ta) tamu
dhédhé (tkr) berjemur
dhèdhèl (ts) terlepas jahitannya
dhèdhès (ta) bau harum yang keluar dari tubuh musang
dhedhes (tk) mendesak seseorang dengan pertanyaan agar ybs mengaku/ membuka rahasia
dhemen (tk) suka
dhèmpèt (ts) melekat/rapat
dhèndhèng (ta) daging dikeringkan dengan bumbu tertentu
dhéwé (tkr) sendiri; sendirian
dhidhis (tk) mencari kutu di kepala sendiril
dhingklang (ts) pincang
dhingkluk (tk) tunduk/menghadak ke bawah
dhodhog (tk) ketuk pintu
dhodhos (tk) lubangi dari bawah
dhompol (tw) untaian dalam 1 tangkai (untuk buah)
dhondhong (ta) nama buah
dhongkol (ta) mantan pejabat
dhoyong (ts) miring
dhudha (ta) duda
dhupak (tk) tendang menggunakan tumit
dhuwit (ta) uang
dhuwur (ts) tinggi
dingklik (ta) bangku kecil
disik (tkr) terlebih dulu
dluwang (ta) kertas
dolan (tk) bertandang
dolanan (ta, tk) bermain, mainan, permainan
donga (ta) doa
dora (tkr) tidak terus terang
dosa (ta) dosa
drèngès (ta) bunga sirih
driji (ta) jari
dubang (ta) ludah merah/ ludah orang yang makan sirih
duduh (ta) kuah
duduh (tk) beritahu
dugang (tk) tendang dengan lutut
dulur (ta) saudara
dulit (tk) colek
dumuk (tk) sentuh
dumunung (tk) berada; bertempat
dunung (ta) tempat
duratmaka (ta) pencuri
duren (ta) durian
durung (tkr) belum
dustha (tk) curi
duwa (tk) tentang, lawan, tidak menyetujui
dwi (tw) dua
KAMUS BASA JAWA - INDONESIA (abjad C)
cabar (ts) kehilangan arti
cabé (ta) nama rempah untuk jamu
cacat (ts) cacat
cadhong (tk) menadahkan tangan
cagak (ta) tongkat/penyangga
cakepan (ta) lirik lagu
cakot (tk) gigit
cambah (ta) tauge
campur (tk) campur
candala (ts) jahat
candhik kala (ta) semburat merah di langit pada saat senja hari
candra (ta) bulan
candra (ta) kiasan
cantrik (tg) murid padepokan
candramawa (ta) kucing hitam
cangkem (ta) mulut
cangking (tk) jinjing
cangkir (ta) cangkir
cangklong (ta) pipa
cangklong (tk) menyandang di bahu (mis. tas)
cakra (ta) senjata dalam pewayangan; lingkaran
canthas (ts) bicaranya lantang (untuk wanita)
canthèl (ta) sejenis jagung
cantheng (ta) radang di jari, umumnya di ibu jari kaki akibat tertusuk kuku
canthing (ta) alat untuk membatik
canthol (tk) cantol
capil (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caping (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caplak (ta) penyakit kulit
caplok (tk) memasukkan semua ke dalam mulut
cara (ta) cara
caraka (ta) utusan
carang (ta) ranting
carita (ta) cerita
carup (tk) raup
cathèk (tk) gigit (anjing)
cathet (tk) catat
catur (ts) empat
caturan (tk) bercakap-cakap
cawang (ta) tanda V
cawet (ta) celana dalam
cawé-cawé (tk) turun tangan, ikut campur
cawis (tk) sedia
cawik (tk) cebok
cawuk (tk) mengambil dengan cara menyendokkan tangan
cecak (ta) cicak
cedhak (ts) dekat
cédhal (ts) cadel; tidak bisa mengucapkan bunyi tertentu dengan benar
cegat (tk) hadang
cèkèr (ta) kaki unggas
cekel (tk) pegang
celempung (ta) alat musik bagian dari gamelan
cekak (ts) tidak mencukupi; ukurannya tidak memadai; pendek sekali
cekakakan (tk) tertawa-tawa dengan keras
cekakik (ta) ampas kopi (sisa setelah diminum)
celak (ts) dekat
celak (ta) penegas garis tepi mata
celuk (tk) panggil
celak (ta) penegas garis tepi mata
cemani (ts) hitam
cemawis (ts) tersedia
cemeng (ta) hitam
cemèng (ta) anak kucing
cemèt (ts) pipih karena tertimpa/tertekan beban berat
cemplang (ts) tidak sedap/ kurang pas (mis. nada, rasa)
cemplung (tk) masuk (dalam cairan)
cendhak (ts) pendek
cengkir (ta) buah kelapa yang masih sebesar kepalan, belum berdaging buah
cepak (ts) tersedia, siap
cepak-cepak (tk) siap-siap
cepeng; cepeng ( (tk) pegang
ceplus (tk) gigit (untuk cabai)
cepuk (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
cerek (ta) tanda bunyi "re" pada aksara Jawa
cèrèt (ta) cerek
ceriwis (ts) banyak bicara
cetha (tkr) jelas
cethèk (tk) dangkal
céthok (ta) sendok semen
cethik (tk) menyalakan (api)
cethil (ts) pelit
cethot (tk) cubit besar
cicil (tk) angsur
cicip (tk) merasai
cidra (tk) tidak menepati janji
cidra (tk) curi; culik
cilaka (ts) celaka
cilik (ts) kecil
cingak (ts) terkejut karena heran
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
clingus (ts) pemalu, tidak percaya diri
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
cluthak (ts) suka mencuri makanan (untuk hewan, terutama kucing)
clomètan (tk) berteriak tak beraturan/bersahutan
climèn (tkr) kecil-kecilan
cocot (ta) mulut (kasar)
colong (tK) curi
colok (ta) penerangan/ obor
congor (ta) hidung binatang berkaki empat
conthèng (ta) coret silang
coplok (tkr) tanggal
copot (ta) tanggal/cabut
coro (ta) kecoa
cotho (ts) repot karena ditinggalkan; kehilangan andalan
crah (tkr) bercerai; saling bermusuhan
cubles (tk) menusuk dengan benda runcing
cubluk (ts) bodoh
cucuk (ta) paruh
cucakrawa (ta) nama burung
cungkup (ta) atap makam
culek (tk) mencolok mata
culik (tk) mengambil sebagian nasi yang sedang dimasak
culik (tk) culik
cunduk (ta) tusuk
cundrik (ta) keris kecil
cupet (ts) terbatas
cupu (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
curek (ta) kotoran telinga
cures (ts) habis/tertumpas
curut (ta) tikus bermoncong runcing
cuthik (ta) tongkat penunjuk/ potongan dahan
cuwa (ts) kecewa
cuwil (tk) mengambil sebagian kecil
cuwil (tkr) terkoyak/terpotong /pecah sedikit di bagian tepi
cabé (ta) nama rempah untuk jamu
cacat (ts) cacat
cadhong (tk) menadahkan tangan
cagak (ta) tongkat/penyangga
cakepan (ta) lirik lagu
cakot (tk) gigit
cambah (ta) tauge
campur (tk) campur
candala (ts) jahat
candhik kala (ta) semburat merah di langit pada saat senja hari
candra (ta) bulan
candra (ta) kiasan
cantrik (tg) murid padepokan
candramawa (ta) kucing hitam
cangkem (ta) mulut
cangking (tk) jinjing
cangkir (ta) cangkir
cangklong (ta) pipa
cangklong (tk) menyandang di bahu (mis. tas)
cakra (ta) senjata dalam pewayangan; lingkaran
canthas (ts) bicaranya lantang (untuk wanita)
canthèl (ta) sejenis jagung
cantheng (ta) radang di jari, umumnya di ibu jari kaki akibat tertusuk kuku
canthing (ta) alat untuk membatik
canthol (tk) cantol
capil (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caping (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caplak (ta) penyakit kulit
caplok (tk) memasukkan semua ke dalam mulut
cara (ta) cara
caraka (ta) utusan
carang (ta) ranting
carita (ta) cerita
carup (tk) raup
cathèk (tk) gigit (anjing)
cathet (tk) catat
catur (ts) empat
caturan (tk) bercakap-cakap
cawang (ta) tanda V
cawet (ta) celana dalam
cawé-cawé (tk) turun tangan, ikut campur
cawis (tk) sedia
cawik (tk) cebok
cawuk (tk) mengambil dengan cara menyendokkan tangan
cecak (ta) cicak
cedhak (ts) dekat
cédhal (ts) cadel; tidak bisa mengucapkan bunyi tertentu dengan benar
cegat (tk) hadang
cèkèr (ta) kaki unggas
cekel (tk) pegang
celempung (ta) alat musik bagian dari gamelan
cekak (ts) tidak mencukupi; ukurannya tidak memadai; pendek sekali
cekakakan (tk) tertawa-tawa dengan keras
cekakik (ta) ampas kopi (sisa setelah diminum)
celak (ts) dekat
celak (ta) penegas garis tepi mata
celuk (tk) panggil
celak (ta) penegas garis tepi mata
cemani (ts) hitam
cemawis (ts) tersedia
cemeng (ta) hitam
cemèng (ta) anak kucing
cemèt (ts) pipih karena tertimpa/tertekan beban berat
cemplang (ts) tidak sedap/ kurang pas (mis. nada, rasa)
cemplung (tk) masuk (dalam cairan)
cendhak (ts) pendek
cengkir (ta) buah kelapa yang masih sebesar kepalan, belum berdaging buah
cepak (ts) tersedia, siap
cepak-cepak (tk) siap-siap
cepeng; cepeng ( (tk) pegang
ceplus (tk) gigit (untuk cabai)
cepuk (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
cerek (ta) tanda bunyi "re" pada aksara Jawa
cèrèt (ta) cerek
ceriwis (ts) banyak bicara
cetha (tkr) jelas
cethèk (tk) dangkal
céthok (ta) sendok semen
cethik (tk) menyalakan (api)
cethil (ts) pelit
cethot (tk) cubit besar
cicil (tk) angsur
cicip (tk) merasai
cidra (tk) tidak menepati janji
cidra (tk) curi; culik
cilaka (ts) celaka
cilik (ts) kecil
cingak (ts) terkejut karena heran
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
clingus (ts) pemalu, tidak percaya diri
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
cluthak (ts) suka mencuri makanan (untuk hewan, terutama kucing)
clomètan (tk) berteriak tak beraturan/bersahutan
climèn (tkr) kecil-kecilan
cocot (ta) mulut (kasar)
colong (tK) curi
colok (ta) penerangan/ obor
congor (ta) hidung binatang berkaki empat
conthèng (ta) coret silang
coplok (tkr) tanggal
copot (ta) tanggal/cabut
coro (ta) kecoa
cotho (ts) repot karena ditinggalkan; kehilangan andalan
crah (tkr) bercerai; saling bermusuhan
cubles (tk) menusuk dengan benda runcing
cubluk (ts) bodoh
cucuk (ta) paruh
cucakrawa (ta) nama burung
cungkup (ta) atap makam
culek (tk) mencolok mata
culik (tk) mengambil sebagian nasi yang sedang dimasak
culik (tk) culik
cunduk (ta) tusuk
cundrik (ta) keris kecil
cupet (ts) terbatas
cupu (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
curek (ta) kotoran telinga
cures (ts) habis/tertumpas
curut (ta) tikus bermoncong runcing
cuthik (ta) tongkat penunjuk/ potongan dahan
cuwa (ts) kecewa
cuwil (tk) mengambil sebagian kecil
cuwil (tkr) terkoyak/terpotong /pecah sedikit di bagian tepi
KAMUS BASA JAWA - INDONESIA (abjad B)
bab (ta) bab, hal, mengenai
babad (ta) cerita sejarah
babagan (tsb) tentang
babak-bundhas (ts) babak-belur
babal (ta) putik buah nangka
babar (ts) menjadi banyak
babaran (tk) bersalin
babat (ta) bagian dalam usus sapi
babat (tk) tebang
babit (tk) mengayunkan benda dengan menahan ujungnya
babon (ta) induk ayam
babu (ta) perempuan pembantu
babut (ta) permadani
bacem (tk) peram; dimasak dengan bumbu tertentu
bacin (ts) bau bangkai
bacut (tk) lanjut
badan (ta) diri
badhé (tk) tebak
badhé; badhe (tsb) akan
badheg (ts) bau busuk
badhèk (ta) air tapai
badhug (ta) tembok rendah untuk meletakkan sesuatu
bagaskara (ta) matahari
bagus (ts) tampan
bahu (ta) 100 m2
bahu (ta) bahu; tenaga
bahureksa (ta) penguasa
bajang (ts) kerdil
bajing (ta) tupai
bajul (ta) buaya
bakal (ta) bahan pakaian
bakal (tsb) akan
bakar (tk) bakar
bakda (tkr) setelah
bakul (ta) pedagang
balang (tk) lempar
balé (ta) rumah/bangunan
balèn (tk) rujuk
bali (tk) pulang
balung (ta) tulang
banaspati (ta) hantu berbentuk api
bandar (ta) agen besar, cukong
bandar (ta) pelabuhan
bandhul (ta) bandul
banger (ts) bau busuk (misalnya dari air keruh)
banget (tkr) sangat
bangga (tk) meronta
bangir (ts) mancung
bangka (tk) mati (kasar)
bangké (ta) bangkai
bangkèkan (ta) pinggang
bangkèlan (ta) buntalan besar
bangku (ta) bangku
bangsa (ta) bangsa
banda (tk) mengikat kedua tangan ke belakang
bandayuda (tk) berperang
bandan (ta) tawanan
bandha (ta) harta
banon (ta) batu bata
bantah (ta) bantah
bantal (ta) bantal
bantala (ta) tanah
banting (tk) banting
banyak (ts) angsa
banyu (ta) air
bapa (tg) bapa/ayah
bapang (ta) parit/ genangan air
bar (tkr) selesai
barang (ta) barang
barang (ta) pertunjukan kesenian berkeliling
barat (ta) angin
barep (ts) sulung
barès (ts) terus terang
baris (tk) baris
baruna (tg) dewa lautan
barung (ts) besar; utama
baskara (ta) matahari
bata (ta) bata
batang (tk) tebak
bathang (ta) bangkai
bathara (tsd) sebutan untuk dewa
bathari (tsd) sebutan untuk dewi
bathok (ta) tempurung
bathuk (ta) dahi
bathi (ta) keuntungan
batih (ta) keluarga
baut (ts) pintar; trampil
bawa (ta) pembukaan gending
bawang (ta) bawang
bawang lanang (ta) bawang berumbi tunggal
bawèl (ts) nyinyir
bawéra (ts) subur (untuk lahan)
baya (ta) buaya
bayan (ta) petugas keamanan desa
bayar (tk) bayar
bayem (ta) bayam
bayèn (tk) melahirkan
bayi (ta) bayi
bayu (ta) angin
bebana (ta) permintaan sebagai syarat
bebandan (ta) tawanan
bebasan (tsb) seperti; layaknya
bebaya (ta) bahaya
bebayu (ta) otot
bebedhag (tk) berburu
bebucal; bebucal (tk) berhajat besar
bebudhen (ta) kepribadian
bebuwang (tk) berhajat besar
bebed (ta) kain panjang yang dipakai pria
bèbèk (ta) itik
bebrayan (tk) berkeluarga
bebungah (ta) hadiah
bebendhu (ta) hukuman
bedhigasan (ts) tingkahnya tidak karuan; tidak bisa diam
bengkok (ta) tanah yang hak garapnya diberikan kepada lurah sebagai bagian dari
fasilitas jabatan
becik (ts) baik
becus (ts) mampu
béda (ts) berbeda
béda (tk) goda
bedaya (ta) tarian sakral yang menjadi ciri khas keraton
bédhah (ts) terbuka paksa
bedhidhing (ta) udara dingin di musim kemarau
begawan (ta) pendeta
begundhal (ta) kaki-tangan
beja (ts) beruntung
bejat (ts) rusak
béka (tk) meronta
bekasakan (ta) hantu hutan
beksa (ta) tari
beksan (ta) tarian
belang (ta, ts) belang
belèk (tk) iris sepanjang garis tengah
bèlèk (ta) kotoran mata
belik (ta) sumber air
beling (ta) kaca
bena (ta, ts) banjir
bendara (ta) majikan
bendha (ta) nama pohon
bendhé (ta) gong kecil
bendhel (ta) ikatan
bendho (ta) alat pemotong (sejenis celurit)
bendhol (ta) bengkak
bener (tkr) benar
bengawan (ta) sungai
bengep (ts) sembab
bengi (ta) malam
benik (ta) kancing baju
bening (ts) jernih
benjut (ts) menjadi empuk karena tekanan/hantaman
beras (ta) beras
bèrèng (ta) luka di sudut bibir
berèt (ts) tergores
besar (ta) nama bulan dalam kalender jawa
bèsèr (ts) sebentar-sebentar kencing
besèt (ts) sayat
besmi (tk) bakar
besus (ts) pandai; trampil
bethèk (ta) pintu pagar
bekti (ta) bakti
beta (tk) bawa
betah (tkr) betah; enggan pergi
betah; betah (tk) butuh
beton (ta) biji nangka
beya (ta) biaya
binarung (tkr) seiring; diiringi
bingar (ts) ceria
binggel (ta) gelang kaki
bingget (ta) tanda dikulit akbiat jepitan atau lilitan yang ketat
biyèn (tkr) dahulu
blaka (tk) berterus terang
blalak-blalak (ts) membeliak; besar (untuk mata)
blanak (ta) jenis ikan
blatèr (ts) ramah; mudah bergaul
blarak (ta) daun kelapa kering
bledhèg (ta) guntur
bledhèh (tk) terbuka kancingnya (untuk baju)
blèdru (tkr) salah pilih/tertukar karena mirip
bléncong (ta) lampu minyak untuk penerangan dalam pagelaran wayang kulit
bléndrang (ta) sisa masakan bersantan yeng sudah dipanaskan berkali-kali
blereng (ts) tidak nampak jelas; kabur
blesek (tk) membenamkan ke dalam tumpukan
blirik (ts) berbintik kecil (mis. panci, ayam)
bloloken (tkr) silau
blondho (ta) endapan yang dihasilkan dalam pembuatan minyak kelapa
blorok (ts) bulunya berbintik hitam putih (untuk ayam betina)
bluluk (ta) buah kelapa yang masih sebesar telur
bocah (ta) anak
bodho (ts) bodoh
bodong (ts) pusar yang menonjol keluar
boga (ta) pangan
bojo (ta) suami/isteri
bokong (ta) pantat
bokor (ta) mangkuk besar
bolong (ts) berlubang
bolot (ta) daki
bonang (ta) alat musik pukul, bagian dari gamelan
bong (tk) bakar
bong (ta) makam Cina
bong (ta) tukang khitan
borok (ta) luka lama
boyong (tk) pindah
brabak (tk) berubah merah (wajah)
brahala (ta) raksasa sebesar gunung
brahmana (ta) pendeta
brambang (ta) bawang merah
bramantya (ts, ta) marah, kemarahan
brangasn (ts) mudah marah
branta (ta) asmara
brastha (tk) berantas
bréwok (ta) bercambang
brindhil (ts) habis jarena dicabuti
brodhol (ts) terlepas ikatannya
brudhul (tk) keluar berama-ramai/berbarengan
brobos (tk) masuk melalui celah atau kolong
brojol (tk) keluar sebelum waktunya; keluar dari bungkusan
brongkos (tg) nama masakan
brukut (ts) terbungkus rapat
brutu (ta) tunggir ayam
bubar (ts) bubar; selesai
bubul (ta) semacam bisul di telapak kaki
bubur (ta) bubur
bubut (tk) mencabuti
buda (tg) rabu
budeg (ts) tuli
budeng (tg) kera hitam
bujana (ta) hidangan
bujel (ts) tumpul
bulak (ts) pudar warnanya
bulak (ta) daerah terbuka/ padang
bulan (ta) bulan
bumbu (ta) bumbu; rempah-rempah
bumbung (ta) tempat berbentuk pipa besar atau terbuat dari bambu
bumpet (ts) tersumbat
bunder (ts) bundar
bundhas (ts) melecet (cedera)
bundhel (ts) ujungnya membulat
bundhet (ts) diberi ikatan mati pada ujungnya (mis. benang)
bung (ta) rebung
bungah (ts) gembira
bungkem (tk) diam; tidak mau mengatakan apa-apa
bungkik (ts) kerdil
bungkil (ta) ampas minyak kacang
bungkus (ta) bungkus
bungur (tg) nama tanaman
buntel (tk) bungkus
buntet (ts) buntu; tidak berongga
buntil (ta) masakan terbuat dari kelapa muda, ikan teri dan daun keladi sebagai pembungkus
buntu (ts) buntu
buntung (tsa) hilang/patah bagian ujungnya
burek (ts) legap
bureng (ts) tidak jelas terlihat
buri (tkr) belakang
burik (ts) bopeng
buru (tk) kejar
buruh (ta) bekerja untuk orang lain
busana (ta) pakaian
busana (tk) berpakaian
buthak (ts) botak
buthuk (ts) membusuk (untuk ikan)
buwang (tk) buang
buyut (ta) cicit
buyuten (ts) bagian tubuhnya bergerak-gerak tidak terkendali karena ketuaan
KAMUS BASA JAWA – INDONESIA (abjad A)
KAMUS BASA JAWA – INDONESIA
Katrangan (Keterangan)
(ta) tembunga aran = kata benda
(tg) tembung ganti = kata ganti
(tk) tembung kriya = kata kerja
(tkr) tembung katrangan = kata keadaan
(tpw) tembung panguwuh = kata seru
(tpr) tembung pangarep = kata depan
(tpy) tembung panyambung = kata sambung
(ts) tembung sipat = kata sifat
(tsd) tembung sandhangan = kata sandang
(tw) tembung wilangan = kata bilangan
A
abab (ta) hawa mulut
abang (ts) merah
aba-aba (ta) aba-aba
abar (tk) menguap (zat cair)
abuh (ts) bengkak
abrit ; abrit (ts) merah
abyor (ts) bertebaran memenuhi (mis. bintang bertebaran memenuhi langit)
acung (tk) menunjuk ke atas/ unjuk jari
ada-ada (ta) inisiatif
adang (tk) menanak nasi
adas (ta) nama tanaman
adi (ts) bernilai tinggi; mempunyai kelebihan
adil (ts) adil
adhang (tk) menunggu di tempat yang akan dilewati
adhem (ts) dingin
adhep (tk) hadap
adhi (ta) adik
adoh (tkr) jauh
adol (tk) menjual
adu (tk) adu
adus (tk) mandi
agama (ta) besar; agung
agul-agul (ta) andalan; jagoan
agung (ta) api
agem (tk) pakai
ageman (ta) pakaian
ageng (ts) besar
agni (ta) api
aja (tpw) jangan
ajag (ta) anjing hutan
ajak (ts) ajak
ajang (ta) wadah
ajar (tk) ajar, belajar
ajeg (tkr) tetap
ajeng (tsb) akan
aji (ta) nilai; harga
ajur (ts) hancur
akas (tkr) alon
akas (ts) perai, keras (untuk nasi)
ala (ts) buruk
alangan (ta) halangan
alas (ta) hutan
alem (tk) puji
aleman (ts) manja
alesan (ta) alasan
aling-aling (tk) bersembunyi di balik
alis (ta) alis
alok (tk) berkata
alu (ta) antan
alum (ts) layu
alun-alun (ta) lapangan di tengah kota
alus (ts) halus
aluwung (tpb) lebih baik
ama (ta) hama
aman (ts) aman
amarga (tpy) karena
amargi; amargi (tpy) karena
amba (ts) lebar/luas
ambah (tk) jejak/jelajah/datangi
ambal (tk) ulang
ambar (tk) tersebar (untuk bau harum)
ambeg (ts) berwatak
ambèn (ta) balai-balai
ambèr (tkr) meluap (air)
ambet; ambet (ta) bau
amblas (tk) lenyap seketika
ables (tk) melesak
ambrol (tk) runtuh
ambruk (tk) tumbang/roboh
ambu (ta) bau
ambung (tk) cium
ambus (tk) endus
mbyar (tk) berserakan
ambyuk (tk) menjatuhkan diri
ambyur (tk) mencemplungkan diri ke dalam air
amèk (tk) mencari
amem (ts) melempem
amem (ts) sunyi
amis (ts) anyir
ampas (ta) ampas
ampek (tkr) sulit bernafas; sesak (untuk dada)
ampil; ampil (tk) pinjam
ampak-ampak (ta) kepulan debu
amping-amping (tk) berlindung di balik sesuatu
ampo (ta) nama jajanan terbuat dari tanah jenis tertentu
amrih (tpy) agar, supaya
anak (ta) anak
anda (ta) tangga
andaka (ta) banteng
andika (tg) anda
ancang-ancang (ta) persiapan, mengambil kuda-kuda
ancas (ta) tujuan
ancur (ta) air raksa
ancik (tk) menginjak
ancer-ancer (ta) prakiraan; ancar-ancar
andhap (ta) bagian bawah/rendah
andhang (ta) tangga kayu berkaki empat
andheng-andheng (ta) tahi lalat
andhong (ta) sejenis kereta kuda
andum (tk) berbagi
angen-angen (ta) pemikiran/ingatan
anget (ts) hangat
angga (ta) tubuh
anggak (ts) sombong
anggara (tg) selasa
anggarbini (tk, ts) hamil
anggep (tk) anggap
angger (tsb) asalkan
angger-angger (ta) peraturan
anggur (ta) anggur
anggon (tk) tempat
angin (ta) angin
angin-angin (tk) mencari udara
angkah (ta) maksud
angkara (ta) angkara
angker (ts) angker
angler (tkr) nyenyak
angluh (tkr) dengan penuh rasa tidak berdaya mengahadapi situasi yang ada
angon (tk) mengembala
angop (tk) menguap
angsal (tk) dapat
angslé (ta) nama minuman
angslup (tk) tenggelam
angur (tsb) masih lebih baik
angus (ta) angus
anjlok (tk) turun tiba-tiba
anjok (tpr) tiba di
anèh (ts, tkr) aneh
anèm (ts) muda
anom (ts) muda
antawecana (ta) Penggambaran sinopsis cerita, adegan, tokoh pagelaran wayangyang
disampaikan oleh dalang dengan cara dilagukan
antem (tk) pukul/hantam
anteng (tk,ts) tenang
antop (tk) bersendawa
antuk (tk) dapat
anyang (tk) tawar (harga)
anyang-anyangen (ts) merasa seperti ingin kencing
anyar (ts) baru
anyel (ts) jengkel
anyep (ts) tawar
anyep (ts) dingin (tubuh atau bagian tubuh)
anyes (ts) dingin (benda)
apa (tg) apa
apal (ts)) hafal
apem (ta) apam
apes (tk) sial
apek (ts) bau tidak sedap yang berasal dari barang usang atau kamar yang lama
tertutup
api-api (tk) pura-pura
apik (ts) baik
apu (ta) kapur sirih;
apura (ta) maaf
apus (ta) sejenis bambu
apus (tk) bohong
ara-ara (ta) padang
arah (ta) arah
aran (ta) nama
arang (tkr) jarang
arang-arang (ts) jarang
aren (ta) enau
areng (ta) arang
arep (tsb) hendak
arga (ta) gunung
ari (tg) adik
ari-ari (ta) tali pusat
aris (tkr) lugas
arit (ta) sabit
arsa (tkr) akan ; depan
arta (ta) uang
aruh-aruh (tk) menyapa
arus (ts) anyir
arwah (ta) arwah
asal (ta) asal
asat (ts) habis airnya (untuk sungai, danau, dsb.)
asah (tk) asah
asih (ta) kasih
asin (ts) asin
asrep; asrep (ts) dingin
asma (ta) nama
asmara (ta) asmara
asmarandana (tg) nama metrum macapat
asor (ts) nista
asor (tkr) kalah
asrep; asrep (ts) dingin
asri (ts) menyenangkan untuk dipandang
asta (ta) tangan
asta (tk) bawa
asu (ta) anjing
asung (tk) menghaturkan
asem (ta) asam (buah)
ati (ta) hati
ati-ati (tkr) hati-hati
atis (ts) dingin (untuk hawa, udara)
atos (ts) keras
atur (tk) atur
aturi (tk) beri; persilakan
atus (ts) tidak lagi mengandung air
awak (ta) badan, tubuh
awan (ta, tk) siang
awang (tk) berhitung tanpa alat bantu
awang-awang (ta) langit bebas
awas (ts) tajam (pengelihatan)
awas (tpw) awas
awèh (tk) beri
awèt (ts) tidak cepat rusak
awit (tpy) karena
awis ; awis (tkr) mahal
awis-awis; awis-awis (ts) jarang
awoh (tk) berbuah
awon awon (ts) jelek/buruk
awor (tk, tkt) bercampur dengan
awrat (tk) berat
awu (ta) abu
awur (tk) sebar
awur (tk, tkt) asal-asalan
awut (tk) membuat berantakan
ayahan (ta) kewajiban
ayam; ayam (ta) ayam
ayem (ts) tentram (hati)
ayo (tpw) ayo
ayom (tk) perlindungan
ayu (ts) cantik
aywa (tpw) jangan
Katrangan (Keterangan)
(ta) tembunga aran = kata benda
(tg) tembung ganti = kata ganti
(tk) tembung kriya = kata kerja
(tkr) tembung katrangan = kata keadaan
(tpw) tembung panguwuh = kata seru
(tpr) tembung pangarep = kata depan
(tpy) tembung panyambung = kata sambung
(ts) tembung sipat = kata sifat
(tsd) tembung sandhangan = kata sandang
(tw) tembung wilangan = kata bilangan
A
abab (ta) hawa mulut
abang (ts) merah
aba-aba (ta) aba-aba
abar (tk) menguap (zat cair)
abuh (ts) bengkak
abrit ; abrit (ts) merah
abyor (ts) bertebaran memenuhi (mis. bintang bertebaran memenuhi langit)
acung (tk) menunjuk ke atas/ unjuk jari
ada-ada (ta) inisiatif
adang (tk) menanak nasi
adas (ta) nama tanaman
adi (ts) bernilai tinggi; mempunyai kelebihan
adil (ts) adil
adhang (tk) menunggu di tempat yang akan dilewati
adhem (ts) dingin
adhep (tk) hadap
adhi (ta) adik
adoh (tkr) jauh
adol (tk) menjual
adu (tk) adu
adus (tk) mandi
agama (ta) besar; agung
agul-agul (ta) andalan; jagoan
agung (ta) api
agem (tk) pakai
ageman (ta) pakaian
ageng (ts) besar
agni (ta) api
aja (tpw) jangan
ajag (ta) anjing hutan
ajak (ts) ajak
ajang (ta) wadah
ajar (tk) ajar, belajar
ajeg (tkr) tetap
ajeng (tsb) akan
aji (ta) nilai; harga
ajur (ts) hancur
akas (tkr) alon
akas (ts) perai, keras (untuk nasi)
ala (ts) buruk
alangan (ta) halangan
alas (ta) hutan
alem (tk) puji
aleman (ts) manja
alesan (ta) alasan
aling-aling (tk) bersembunyi di balik
alis (ta) alis
alok (tk) berkata
alu (ta) antan
alum (ts) layu
alun-alun (ta) lapangan di tengah kota
alus (ts) halus
aluwung (tpb) lebih baik
ama (ta) hama
aman (ts) aman
amarga (tpy) karena
amargi; amargi (tpy) karena
amba (ts) lebar/luas
ambah (tk) jejak/jelajah/datangi
ambal (tk) ulang
ambar (tk) tersebar (untuk bau harum)
ambeg (ts) berwatak
ambèn (ta) balai-balai
ambèr (tkr) meluap (air)
ambet; ambet (ta) bau
amblas (tk) lenyap seketika
ables (tk) melesak
ambrol (tk) runtuh
ambruk (tk) tumbang/roboh
ambu (ta) bau
ambung (tk) cium
ambus (tk) endus
mbyar (tk) berserakan
ambyuk (tk) menjatuhkan diri
ambyur (tk) mencemplungkan diri ke dalam air
amèk (tk) mencari
amem (ts) melempem
amem (ts) sunyi
amis (ts) anyir
ampas (ta) ampas
ampek (tkr) sulit bernafas; sesak (untuk dada)
ampil; ampil (tk) pinjam
ampak-ampak (ta) kepulan debu
amping-amping (tk) berlindung di balik sesuatu
ampo (ta) nama jajanan terbuat dari tanah jenis tertentu
amrih (tpy) agar, supaya
anak (ta) anak
anda (ta) tangga
andaka (ta) banteng
andika (tg) anda
ancang-ancang (ta) persiapan, mengambil kuda-kuda
ancas (ta) tujuan
ancur (ta) air raksa
ancik (tk) menginjak
ancer-ancer (ta) prakiraan; ancar-ancar
andhap (ta) bagian bawah/rendah
andhang (ta) tangga kayu berkaki empat
andheng-andheng (ta) tahi lalat
andhong (ta) sejenis kereta kuda
andum (tk) berbagi
angen-angen (ta) pemikiran/ingatan
anget (ts) hangat
angga (ta) tubuh
anggak (ts) sombong
anggara (tg) selasa
anggarbini (tk, ts) hamil
anggep (tk) anggap
angger (tsb) asalkan
angger-angger (ta) peraturan
anggur (ta) anggur
anggon (tk) tempat
angin (ta) angin
angin-angin (tk) mencari udara
angkah (ta) maksud
angkara (ta) angkara
angker (ts) angker
angler (tkr) nyenyak
angluh (tkr) dengan penuh rasa tidak berdaya mengahadapi situasi yang ada
angon (tk) mengembala
angop (tk) menguap
angsal (tk) dapat
angslé (ta) nama minuman
angslup (tk) tenggelam
angur (tsb) masih lebih baik
angus (ta) angus
anjlok (tk) turun tiba-tiba
anjok (tpr) tiba di
anèh (ts, tkr) aneh
anèm (ts) muda
anom (ts) muda
antawecana (ta) Penggambaran sinopsis cerita, adegan, tokoh pagelaran wayangyang
disampaikan oleh dalang dengan cara dilagukan
antem (tk) pukul/hantam
anteng (tk,ts) tenang
antop (tk) bersendawa
antuk (tk) dapat
anyang (tk) tawar (harga)
anyang-anyangen (ts) merasa seperti ingin kencing
anyar (ts) baru
anyel (ts) jengkel
anyep (ts) tawar
anyep (ts) dingin (tubuh atau bagian tubuh)
anyes (ts) dingin (benda)
apa (tg) apa
apal (ts)) hafal
apem (ta) apam
apes (tk) sial
apek (ts) bau tidak sedap yang berasal dari barang usang atau kamar yang lama
tertutup
api-api (tk) pura-pura
apik (ts) baik
apu (ta) kapur sirih;
apura (ta) maaf
apus (ta) sejenis bambu
apus (tk) bohong
ara-ara (ta) padang
arah (ta) arah
aran (ta) nama
arang (tkr) jarang
arang-arang (ts) jarang
aren (ta) enau
areng (ta) arang
arep (tsb) hendak
arga (ta) gunung
ari (tg) adik
ari-ari (ta) tali pusat
aris (tkr) lugas
arit (ta) sabit
arsa (tkr) akan ; depan
arta (ta) uang
aruh-aruh (tk) menyapa
arus (ts) anyir
arwah (ta) arwah
asal (ta) asal
asat (ts) habis airnya (untuk sungai, danau, dsb.)
asah (tk) asah
asih (ta) kasih
asin (ts) asin
asrep; asrep (ts) dingin
asma (ta) nama
asmara (ta) asmara
asmarandana (tg) nama metrum macapat
asor (ts) nista
asor (tkr) kalah
asrep; asrep (ts) dingin
asri (ts) menyenangkan untuk dipandang
asta (ta) tangan
asta (tk) bawa
asu (ta) anjing
asung (tk) menghaturkan
asem (ta) asam (buah)
ati (ta) hati
ati-ati (tkr) hati-hati
atis (ts) dingin (untuk hawa, udara)
atos (ts) keras
atur (tk) atur
aturi (tk) beri; persilakan
atus (ts) tidak lagi mengandung air
awak (ta) badan, tubuh
awan (ta, tk) siang
awang (tk) berhitung tanpa alat bantu
awang-awang (ta) langit bebas
awas (ts) tajam (pengelihatan)
awas (tpw) awas
awèh (tk) beri
awèt (ts) tidak cepat rusak
awit (tpy) karena
awis ; awis (tkr) mahal
awis-awis; awis-awis (ts) jarang
awoh (tk) berbuah
awon awon (ts) jelek/buruk
awor (tk, tkt) bercampur dengan
awrat (tk) berat
awu (ta) abu
awur (tk) sebar
awur (tk, tkt) asal-asalan
awut (tk) membuat berantakan
ayahan (ta) kewajiban
ayam; ayam (ta) ayam
ayem (ts) tentram (hati)
ayo (tpw) ayo
ayom (tk) perlindungan
ayu (ts) cantik
aywa (tpw) jangan