Oleh : Chafid Toklo...........
1). PERTEMUAN GURU DENGAN SANTRI
Dikisahkan dalam bagian pertama dalam suluk ini, sang tokoh utama yakni Gatoloco betemu dengan para ahli agama yaitu guru Abdul Manaf dan Ahmad ‘Arif yang disertai enam santrinya terjadilah dialog sebagai beikut:
“Santri berkata “apakah anda makan babi? Asal mau anda telan,tidak takut akan dosa”; Gatoloco menjawab,”memang benar tidak salah seperti yang anda katakan bahkan sekalipun daging anjing, apabila kita lihat baik dan bukan curian (saya mau juga)”.
Dari percakapan diatas dapat dapat diambil kesimpulan yaitu topik permasalahan diatas ialah mengenai halal haram suatu makanan, dalam hal ini ialah makan hewan babi.Santri menanyakan kepada Gatoloco apakah ia (Gatoloco) makan babi ,Gatoloco menjawab dengan jawaban seenaknya sendiri bahwa jawab Gatoloco babi itu baik dimakan asal bukan dari hasil curian.
Dalam aturan Agama Islam sudah dijelaskan bahwa hukum makan babi ialah haram.Keharaman babi sudah dijelaskan dalam kitab Al-Quran.
Alasan Gatoloco ialah seperti berikut:
.”insun ingu iya apit cilik,
kalane ngeluwihi cempe,
sanadyan iwak wedus,
iku yen nggone maling,
pun iku luwih haram nadyan iwak asu,
babi kalawan andapan.
angger uga saka tuku luwih suci,
luwih halal pinangan”.
Terjemahnya:
“Anjing itu misalnya, aku pelihara sejak kecil, siapakah yang mengadukan aku? Daging anjing rasanya lebih halal ketimbang anjing kecil (anak kambing), walau daging kambing, kalau toh itu hasil curian, bukankah itu lebih haram ketimbang daging anjing? Babi ataupun celeng sekalipun berasal dari membeli pasti lebih suci, lebih halal dimakan?”
Mendengar jawaban Gatoloco yang asal ngomong itu, para santri menjadi jengkel, para santri itu menjawab omongan Gatoloco dengan nada emosi, yakni ”SINOM” sebagai berikut:
”santri tiga duk miyarsa,
sareng misuh silit babi,
Ki Gatoloco angucap:
“apa ta silite babi
digawa kang ndarbeni,
nora gepuk raganingsun”,
Santri tiga angucap:
“Biyangmu silit babi!”
Gatoloco mojar “iku ora kaprah”.
Tejemahnya:
“’Ketiga orang santri ketika mendengar (jawabannya) lalu berbareng mencaci ”silit babi” ; Ki Gatoloco berkata pula : “apakah silit babi dibawa sang empunya? Lagi pula tak menyentuh tubuhku”! Santri tiga pun menjawab lagi,”biyangmu silit babi”. Gatoloco menyahut pula, ”itu aneh benar”.
Dalam suluk Gatoloco diperlihatkan tentang ketidaksanggupan para santri berdebat dengan Gatoloco. Para santri ini marah karena jawaban Gatoloco yang asal ngomong , para santri itu kemudian menyerahkan permasalahan mereka (tentang Gatoloco) kepada guru mereka.
(2). SHALAT DAN CANDU
Tanya jawab Gatoloco dengan para santri saling mengejek dan sangat menjengkelkan , karena setiap pertanyaan yang diajukan para santri selalu dijawab Gatoloco dengan jawaban yang asal ngomong , sehingga para santri menjadi marah dan geram. Mereka saling mengejek , dan sepertinya tidak ada diantara mereka yang mau mengalah Padahal yang dipermasalahkan diantara mereka adalah logika dalam mencari penalaran. Pada dasarnya nalar kaum beragama dengan kaum non agama ialah berbeda.
DHANDHANG GULA.
”Gatoloco alon anahuri,
pramilane insun iki kera,
miturut saking kersane,
njeng Nabi Gusti Rasul,
saben dina ingsun turuti,
perintah neng ngepakan mundut klelet candu,
lan madat maring ngepakan,
dipun obong binukti kelawan api,
Allah kang paring pirsa,
Terjemahnya:
“Gatoloco pelan menyahut, mengapa saya ini kurus? Semata-mata menurut kehendak baginda Rasul dan Nabi yang saya ikuti, dimana saya harus pergi ke tempat madat (Jawa,ngepakan) untuk membeli candu dan klelet (bekas- bekas candu yang melekat dialat minum madat ), serta menghisapnya disana ; candu itu dibakar dengan api, sebab Allah lah mengajarkan seperti itu.
Dialog diatas sebenarnya menggambarkan sifat-sifat setan yang menggoda kaum beriman. Sesungguhnya Allah telah memperingatkan manusia akan permusuhan setan dan membberitahukan kepada kita bahwa setan adalah musuh manusia. Allah memperingatkan kepada manusia akan perangkap-perangkap dan tipu muslihat setan.
Dilukiskan pribadi Gatoloco sebagai seorang yang tidak pernah mandi dan badannya kotor dan bau, yang dimaksudkan adalah gambaran setan, semua kelakuan Gatoloco itu diibaratkan dengan kelakuan setan.
Selanjutnya Gatoloco berkata:
”Iya lamun ra sun turuti,
banget temen siksane maring wang,
kepati-pati larane,
sun ora bisa turu,
kang sarira lir den lolosi,
Santri tiga angucap mung lagi tatamu,
njeng Rasul aneng Ngepakan,
Kanjeng Rasul pepudene wong sak bumi,
Manggon negara Mekah”.
Terjemahnya:
“Jika aku tak menuruti perintahnya, niscaya hukumannya sangat berat, begitu hebat sakitnya, sehingga aku tak bisa tidur, seluruh tubuhku seperti terasa dicabut-cabut nyawaku”.
Santri tiga pun berkata : “Engkau ini tidak sopan! Masa dikatakan Rasul di Ngepakan? Padahal Rasul itu dihormati seluruh manusia dibumi, dan berada dikota Mekah”.
Dari percakapan diatas jelas bahwa jawaban Gatoloco memancing para santri marah itulah salah satu sifat setan yaitu memancing manusia marah. Dalam aturan Agama Islam dikatakan bahwa manusia itu memiliki sifat marah tetapi sifat ini harus dikendalikan, karena apabila tidak akan sangat berbahaya. Didalam sebuah Hadist dikatakan bahwa Rosulullah bersabda: “Orang kuat ialah bukan orang yang pandai bergulat, tapi orang kuat ialah orang yang mampu mengendalikan marahnya jika ia marah”.
Berikut ini adalah gambaran seorang santri yang kebingungan menerima pertanyaan Gatoloco yang asal ngamong:
”Santri bingung sira iku sami,
Rasul Mekah ingkang sira sembah,
ujarku keleru kiye,
iya seda karuhan,
panggonane ing tanah arabi,
lelakon pintung wulan lan pangkaan laut,
mung kari kubur kewala,
sira sembah jungkir-jungkir saben hari,
apa bisa tumeka”.
Terjemahnya:
“kamu semua adalah santri bingungan”, kata Gatoloco, Anda keliru,Rasul yang ada di Mekah kau sembah, bukankah ia sudah wafat? Ia tempatnya di tanah Arab ; ia tak ada lagi, sedang anda selalu menyembahnya tiap hari jungkir balik, apakah bisa sampai padanya?”
Omongan gatoloco diatas menggambarkan tentang kaum muslimin sekarang dalam ibadah shalatnya hanya jungkir balik saja,kata Gatoloco Sholat itu harus tawajuh atau harus sampai ke hati, tidak hanya jungkir balik saja.
Perhatikan godaan setan (Gatolooco) berikutnya:
”Dadi sembahira tanpa kardi,
luwih siya Rasulmu dewe,
iya uripmu,
nembah Rasul jabaning diri,
kabeh sabangsanira iku nora turut,
panembahmu luwung tiwas,
ting barengok Allah nora kober guling,
mberibeni swaranira”.
Terjemahnya:
“Sembahyang demikian tak ada artinya, itu berarti sia-sia terhadap badanmu sendiri ; anda mesti menyembah Rasulmu sendiri dengan badanmu ; Menyembah Rasul dengan cara demikian tak berguna, tiwas berteriak-teriak tidak bisa diterima Allah, karena membuat Tuhan tak bisa tidur karena mendengar suaramu itu”.
Omongan Gatoloco diatas sebenarnya mengkritik kepada kaum muslimin yang shalatnya tidak khusyu (konsentrasi) , menurut Gatoloco shalat mereka hanya jungkir- balik saja dan tidak ada artinya bagi Allah. Oleh karena itu sebaiknya janganlah kita memfonis bahwa karya sastra ini buruk dan tidak boleh dibaca karena sesungguhnya kaerya sastra ini baik karena terdapat banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya.
(3). HIDUP DAN WAYANG
Dalam bagian yang ketiga ini Gatoloco masih melakukan diskusi dengan para santri dan para gurunya santri mengenai hakikat hidup yang berkaitan dengan dua hal. Pertama, tentang perlengkapan orang hidup dan perlengkapan wayang. Kedua, tentang dimana letaknya mati ketika masih hidup, dan dimana letaknya hidup jika orang sudah mati.
Namun, karena para santri trsebut tidak sanggup untuk berdebat dengan Gatoloco karena nalar Gatoloco melebihi nalar mereka (para santri), akhirnya para santri tersebut menyerahkan segala permasalahan kepada guru mereka untuk berdiskusi atau berdialog dengan Gatoloco.
Guru para santri itu antara lain bernma Ngabdul Jalal dan Kasan Besari. Dalam Tembang Asmaradahana dinyatakan bahwa Ngabdul Jalal bertanya kepada Gatoloco dengan pelan-pelan Dia bertanya mengenai kitab apa pegangan Gatoloco?, Gatoloco menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan jawaban yang secara harfiah akan sulit untuk dipahami, karena jawaban Gatoloco ialah dengan menggunakan bahasa yang harus dipahami dengan atau dari segi hakekat.
Kemudian guru para santri yang satunya lagi, yaitu Kasan Basri bertanya kepada Gatoloco dengan pertanyaan:Apakah Gatoloco sembahyang (shalat)? , mendengar pertanyaan seperti itu Gatoloco menjawabnya dengan jawaban yang lagi-lagi dengan bahasa “jarwodosok” atau bahasa kias sehingga harus dipahami dari segi hakekat. Gatoloco menjawabnya dengan jawaban bahwa ia (Gatoloco) sembahyangnya itu terus menerus dan tak berubah atau tetap. Jawaban Gatoloco tersebut sebenarya mengandung sindiran berdasarkan Al-Qur’an bahwa sembahyang itu sebenarnya tidak boleh gothang (sebentar-sholat sebentar enggan). Ini dilarang dalam Al-qur’an, ancamannya neraka Wel. Jawaban diplomatis tersebut sebenarnya sindiran terhadap kaum ahli syare’at, sembahyangnya tidak sampai di hati seolah imannya hanya di tenggorokannya.
Kemudian selanjutnya Gatoloco berkata lagi yaitu dengan kata-kata yang penuh dengan bahasa jarwodosok sehingga perlu dipahami dari segi hakekat. Adapun mengenai astilah hakekat itu sendiri dikenal dalam golongan sufi atau ahli tasyawuf. Golongan sufi ini membagi manusia dalam empat golongan yakni syare’at, hakekat, tarekat, dan makrifat.
(4). NUR MUHAMMAD
Dalam bagian ini menerangkan tentang Nur Muhammad, Nur Muhammad ini sendiri tidak dapat ditafsirkan secara harfiah saja, namun untuk memahaminya harus dilihat dari segi hakekatnya.
Sebelum membahas mengenai Nur Muhammad dilanjutkan dulu persoalan yag diperdebatkan para guru dengan Gatoloco tersebut. Dikisahkan Abdul Manaf bertanya pada Gatoloco dengan pertanyaan: mengapa anda sholat tidak menghadap baitullah atau kiblat sholat, kok kiblatnya sendiri?, Gatoloco menjawab dengan jawaban: “aku menghadap ke kiblat buatan Allah sendiri, yaitu yang berada di tengah-tengah dunia.
Jawaban Gatoloco itu sebenarnya sudah gamblang, yakni yang bertanya menanyakan mengenai arah kiblat (ka’bah) yang keberadaanya memang berada tepat di tengah-tengah dunia. Inilah jawaban Gatoloco yang sungguh sangat diplomatis, yang harus dipahami dari segi hakekatnya.
Nur Muhammad menjadi bagian tanya jawab Gatoloco dengan Kasan Besari berikutnya, mereka saling berdebat. Pendapat Gatoloco mengenai Nur Muhammad yatiu sebagai berikut: bahwa Allah merupakan pencipta alam semesta beserta isinya yang kemudian menciptakan makhluk-makhlukNya seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan dan lain-lain. Dan menurut Gatoloco summber penciptaan Allah itu semua adalah Nur Muhammad.
Namun pendapat Gatoloco ini ditentang Kasan Besari, ia menyatakan bahwa pendapat Gatoloco tidak masuk akal, Kasan Besari brekata: “Sebelum Rasulullah dan sahabat lahir di dunia, kan sudah ada bintang, bulan, dan matahari; jadi kalaubegitu bulan, matahari dan lain-lain itu mendahului Nabi Muhammad. Jadi mengapa dikatakan Nur Muhammad mendahului semua itu.
Tetapi secar global dapat disimpulkan bahwa yang disebut Nur Muhammad itu sebenarnnya Nur atau cahaya yang dimiliki Muhammad SAW yang kini telah dijadikan manusia rasul Allah.
(5). PERJODOHAN YANG SAKRAL
Dalam bagian kelima ini dikisahkan mengenai pertemuan Gatolco dengan dewi Prejiwati. Namun, sebelumnya perlu dimengerti lagi bahwa jangan memaknai isi dalam suluk ini dari segi harfiahnya saja karena akan menimbulkan pemahaman yang salah. Tapi harus dipahami dari segi hakekatnya.
Diceritakan Gatoloco bertemu dengan Prejiwati yang kemudian dilanjutkan dengan dialog. Dialog ini diawali dengan “kinanthi”, dalam kinanthi ini dewi Prejiwati mengajukan pertanyaan berupa teka-teki kepada Gatolco, dan menyuruh Gatoloco menjawabnya dengan benar.
Pertanyaan Prejiwati kepada Gatoloco: “apakah arti orang berumah tangga, dan arti seorang lelaki (suami) dalam perjodohan itu?, serta hubungannya dengan kalimat sahadat atau kalimat dua”. Kemudian pertanyaan Prejiwati kepada Gatoloco: “apa arti sarengat dan tarekat serta kedudukan syara’ atau hukum yang menyangkut lima hal tadi. Prejiwati berkata apabila Gatoloco bisa menjawab pertanyaan dengan benar maka Prejiwati akan tunduk kepadanya.
Gatoloco menjawab seluruh pertanyaan Prejiwati dengan jawaban yang tepat, gamblang dan penuh dengan bahasa kias atau jarwdosok.
Gatoloco menjawab pertanyaan Prejiwati mengenai arti lelaki, menurut Gatoloco lelaki adalah lelaki (bahasa jawanya=lanang) artinya ala temenan atau sungguh jelek sekali yaitu kemaluan lelaki (lanangan); dan lebih lagi jeleknya adalah wadon (perempuan) artinya wados atau rahasia sekali.
Kemudian Gatoloco menjawab pertanyaan Prejiwati yaitu mengenai kalimah dua. Jawaban Gatoloco mengenai hal ini ialah: kalimah dua itu yakni yang ketiga, artinya ketika lelaki menghadapi istrinya (berasmara) tak ada orang lain yang mengetahuinya, dan karena itu disebut kalimat dua.
Teka-teki itu berupa pertanyaan wajar yang kemudian oleh Gatoloco dijawab sebagai guyonan (humor). Memang penjabaran terbuuka dari teka-teki itulah yang diinginkan, tapi Gatoloco tidak sampai hati mengucapkannya. Jawaban indah sayangnya melalui jarwodosok atau bahasa kias yang menyinggung kebesaran Tuhan.
Baru kali ini ada yg nulis di blog tentang tafsir gatoloco yang "nggenah", ngga langsung emosian kayak di situs2 eramuslim dkk atau malah dipakai buat njelek2in Islam spt di faithfreedom. Memang kitab itu perlu hati-hati dibaca krn sifatnya yang "suluk", mistik, jadi tidak bisa langsung ditafsirkan dari apa yg tertulis saja. Terima kasih karena telah memuat
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteanalisis yang menarik dengan mencoba melihat pada diri sendiri dan menghindar dari sebuah tafsir eisegetis...
ReplyDeletedari analisis di atas dapatkah saya menyandingkan tokoh gatholoco dari suluk gatholoco dengan tokoh wayang purwa TOGOG yang sering dipandang negatif karena tugasnya membimbing orang yang dianggap jahat (dalam ukuran manusia). namun tetap setia melakuan tugasnya kendati harus merelakan dirinya di caci dan diperlakukan buruk demi karya agung sang pencipta...