SIKAP HIDUP ORANG JAWA
Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya, tetapi tidak semuanya baik, sikap hidup orang Jawa juga dapat dilihat dari batinnya, antara lain :
Rila, yaitu keikhlasan hati, sewaktu menyerahkan segal milik, kekuasaan, dan seluruh hasil karyanya.
Narimo, berarti puas, berkaitan dengan ketentraman hati yang berarti tidak menginginkan milik orang lain dan iri hati terhadap kebahagiaan orang lain melainkan bersyukur terhadap Tuhan.
Temen, yaitu menepati janji atau ucapannya baik yang dilakukan secara lisan, tulisan, maupun di dalam hati.
Sabar, yaitu kuat terhadap segala cobaan dan tidak putus asa yang dikarenakan kuat imannya, luas pengetahuannya dan wawasannya.
Budi luhur, yaitu apabila manusia selalu menjalankan segala tabiat dan sifatnya seperti Tuhan Yang Maha Mulia seperti kasih sayang terhadap sesama, suci, adil, dan tidak membedakan.
Masyarakat atau orang Jawa juga memiliki sikap hidup feodalistik.
Sikap tersebut tidak lain adalah mental attitude, yakni sikap mental terhadap sesama dengan mengadakan sikap khusus karena adanya pembedaan dalam usia dan kedudukan. Sikap ini akan menumbuhkan sikap struktur masyarakat yang berlapis-lapis.
Termasuk juga sikap hidup orang jawa yang berhubungan dengan keagamaan yang berbaur dengan mistikisme jawa (gugon tuhon). Sikap ini menghendaki agar hidup berupaya menjadi manusia utama.
Untuk ke arah ini mereka harus bisa bersikap ajer-ajer (hancur luluh) tanpa memandang bulu, siapa orangnya harus bisa bergaul dengan siapapun. Maka, ia tidak menyukai sikap hidup yang ngedir-ngedirake (membangga-banggakan keturunan dan keluarganya).
Berkaitan dengan Tuhan , masyarakat Jawa selalu bersikap menep, tenang mengendap sehingga tidak diombang-ambingkan oleh nafsu yang hanya membuat orang gelisah . mereka lebih bersikap narimo ing pandum (menerima dengan sumeleh terhadap pemberian Tuhan).
Sikap ini tidak digolongkan dapat sikap fatalistik.
Artinya yaitu urip manungsa pinasthi ing pangeran, hidup telah ditakdirkan, tidak berarti hanya diam, berarti sama saja dengan mati. Adapun watak prima yang sebenarnya tetap disertai usaha terlebih dahulu, baru pasrah dan sumarah.
Pasrah sendiri yaitu kondisi tunduk dan takhluk pada takdir, ibarat tangan tengkurup merunduk.
Sedangkan sumarah yaitu bercerah diri dengan cara mengulur tangan.
No comments:
Post a Comment