Sugeng rawuh ing "Sinau Jawa". Blog menika minangka salah satunggalipun pambudidaya nguri-uri kabudayan Jawa, tilaranipun linuhung Jawa. Nyuwun Pangapunten awit kathah kekiranganipun. Matur nuwun.

Friday, 6 February 2009

Peribahasa Jawa

Peribahasa Jawa


  1. Rame Ing Gawe Sepi Ing Pamrih ‘suka menolong serta ikhlas’

Maksud dari Rame ing gawe sepi ing parih adalah banyak bekerja, tanpa menintut balas jasa, menyelamatkan kesejahteraan dunia.

Mamayu Hayuning Bawana ‘tercipta kedamaian di muka bumi’ memayu hayuning bawana adalah suatu usaha atau sutu kewajiban manusia untuk menata, memelihara, memperbaiki dunia tempat di mana mereka hidup, dengan prinsip memenimalisir terjadinya kejahatan dan menegakkan prinsip keadilan dan kejujuran.

Dengan adanya sikap tolong menolong dengan dilandasi tulus ikhlas tersebut, kemudian akan menciptakan keselarasan dalam hidup sehingga akan tercipta kedamaian di muka bumi ini.

Relevansinya pada masa sekarang, kebanyakan orang mengharapkan pamrih atau lebih mementingkan pamrih dalam setiap perbuatannya saja. Sedangkan jika sekiranya tidak ada imbalan dari apa yang dilakukannya, maka seseorang itu tidak akan mau melakukannya meskipun ia mampu untuk mengerjakannya. Sehingga karena adanya sikap yang selalu mengedepankan pamrihnya tersebut, maka sikap tenggang rasa dan rasa saling tolong menolong antara sesamanya akan hilang sama sekali.

Oleh karena dalam setiap melakukan sesuatu mengharapkan adanya imbalan, maka sifat materalistis akan sangat menonjol dan membuat tidak adanya rasa persaudaraan diantara sesama. Bahkan terkadang oleh karena adanya sikap materealisme tersebut, akhirnya akan merusak persatuan, dan persaudaraan sehingga dalam kehidupan di dunia ini banyak terjadi perselisihan.

  1. Manungsa Sadrema Nglakoni, Kadya Wayang ‘manusia hanya memainkan, ibarat wayang’

Bahwa apa yang dikerjakan oleh manusia sekeras apapun usaha yang dilakukan oleh manusia seperti apapun pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan hasilnya, karena segala sesuatunya telah diatur oleh Tuhan. Manusia diibaratkan sebagai seni wayang dan Tuhan sebagai dalang yang bertindak sebagai yang mengatur jalannya kehidupan atau memeinkan tokoh-tokoh wayang, sedangkan wayang hanya manjalankan apa yang dikehendaki dalang.

Relevansinya dimasa sekarang adalah banyak orang yang bekerja keras dalam upaya mencari keberhasilan dan kesuksesan dalam hidupnya atau karena ingin mencapai apa yang diharapkan. Bahkan dalam upaya mencapai kesuksesan dan keberhasilan tersebut, banyak yang kemudian terlalu berlebihan dalam usahanya dan lupa terhadap Tuhannya. Padahal segala sesuatunya Tuhanlah yang menentukan. Begitu pula dengan takdir manusia. Sehingga sekeras apapun manusia itu berusaha, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukannya lewat takdir yang telah melekat pada setiap insan manusia.

  1. Ala lan becik iku dumunung ana ing awake dhewe ‘baik dan buruk itu terletak di pribadi kita sendiri’

Maksudnya yaitu bahwa baik dan buruk itu tergantung bagaimana kita mamperlakukan menurut pribadi kita. Belum tentu yang baik bagi orang lain akan baik bagi kita sendiri, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai manusia kita dituntut agar mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, tentunya dengn memperhatikan norma agama, masyarakat, kesusilaan,dan semisalnya. Agar hidup kita selamat dan sejahtera.

Relevansinya di masa sekarang ialah banyak orang atau kelompok golongan yang mempunyai sifat mau menang sendiri, tidak menghormati orang lain, suka menyalahkan orang lain, padahal belum tentu dirinya yang benar. Mereka suka memaksakan kehendaknya atau tidak suka jika melihat orang atau kelompok yang berbeda dengannya, bahkan yang lebih ekstrim lagi mereka tidak segan memaksakan kehendaknya dengan cara-cara kekerasan dan cara-cara lain yang tidak bertanggung jawab.

  1. Sapa sing lali marang kabecikane liyan iku kaya kewan ‘barang siapa yang lupa terhadap kebaikan orang lain itu seperti hewan’

Bahwa barang siapa yang lupa pada kebaikan orang lain itu diibaratkan seperti hewan. Yaiti manusia yang tidak mengenal rasa terima kasih kepada orang lain yang telah membantunya, maka manusia yang seperti itu dinilai tidak punya rasa tepa selira atau dalam peribahasa bahasa Indonesia yaitu air susu di balas dengan air tuba.

Relevansinya pada masa sekarang banyak orang yang tidak punya rasa terima kasih, lupa atau melupakan orang yang pernah bejasa atau menolongnya. Menganggap bahwa apa yang mereka dapatkan seperti kesuksesan pasti ada unsur bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai mahluk sosial harus senantiasa tolong-menolong dan tentunya jangan sampai melupakan orang yang pernah menolong kita.

  1. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi basane lan legawane ati, darbe sipat berbudi bawa laksana ‘ciri-ciri luhur, ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus, keikhlasan hati dan bersedia berkorban’

Bahwa ciri-ciri orang yang berbudi luhur, ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus, keikhlasan hati dan bersedia berkorban tanpa mendahulukan kepentingan pribadi atau golongan.

Relevansinya di masa sekarang ada orang yang tidak memperhatikan tingkah lakunya, sopan santun, dan tidak ikhlas dalam menolong hanya mengharap pamrih. Tidak memperhatikan bahwa kita sebagai makhluk sosial yang harus selalu memperhatikan adab, sopan santun, dan suka menolong karena kita tidak hidup sendiri.

  1. Ngundhuh wohing pakarti ‘memenen buah pekerjaan’

Bahwa barang siapa menebar kebaikan ia akan menuai kebaikan pula, barang siapa melakukan kejahatan dia akan mendapat balasan kejahatan juga. Menjelaskan bahwa orang akan menuai dari buah tindakannya sendiri. Peribahasa ini ini seperti kepercayaan orang akan hukum karma.

Relevansinya pada masa sekarang peribahasa itu memeng bukan hanya sekedar omongan kosong belaka karena memang benar adanya, sebagai contoh terjadinya banjir atau tanah longsor itu karena disebabkan manusia merusak lingkingan seperti menebangi hutan.

7. Ajining dhiri saka lathi ‘kehormatan orang ada pada tutur katanya’

Peribahasa diatas memiliki arti yaitu kehomatan sesorang itu ada pada tutur katanya. Peribahasa ini mengajarkan kepada kita bahwa kita harus berhati-hati dalam berbicara, berbicara tanpa aturan, tidak memperhatikan adab atau sopan santun karena kepribadian orang baik atau buruk dapat dilihat dari cara berbicaranya.

Relevansinya pada masa sekaran banyak orang yang yang tidak memperhatikan omongannya, berbicra seenaknya sendiri, tidak mau tahu apa yang dibicarakan itu baik atau buruk, menyakiti hati orang yang diajak bicara. Namun peribahasa ini juga tidak sepenuhnya benar, ada saja orang yang kelihatannya baik dalam bertutur kata ternyata dia jahat.

8. Janma tan kena kinaya ngapa

Bahwa manusia itu serba terbatas, sehingga jangan pernah mengaku benar sendiri. Karena benar itu hanya pendapat sedangkan yang benar-benar itu hanya milik Tuhan yang Maha segalanya. Setiap manusia pasti punya kekurangan. Jangan pernah merasa paling benar sebaiknya kita bersikap mudah menerima kekurangan kita, mau menerima kritik dari orang lain dan jangan sombong.

Relevansinya di masa sekarang tidak sedikit orang yang suka sombong, merasa dirinyalah yang benar yang lainnya salah, tidak mau menerima saran atau kritikan.

9. Becik ketitik ala ketara ‘benar akan muncul di permukaan dan yang buruk juga akan kelihatan’

Bahwa yang baik akan muncul ke permukaan dan yang buruk akan kelihatan juga. Kebenaran pasti akan kelihatan dan begitu pula keburukan yang disembunyikan ekalipun pasti akan ketahuan.

Relevansinya di masa sekarang hal itu memang benar terjadi, seperti kasus-kasus korusi yang beritanya sering muncul di media massa. Peribahasa ini juga mengajarkan kepada kita bahwa jangan khawatir jika bertindak benar.

Share:

0 komentar:

Main Menu