Serat Wedhatama sebagai Sastra Piwulang: Wahana Pendidikan Moral
Para pengarang sastra Jawa, khususnya yang hidup pada zaman kebangkitan mataram baru di Surakarta telah banyak melahirkan karya-karya yang bersumber pada keselarasan hidup antara manusia dan alamnya. Para pujangga yang namanya begitu masyhur sebagai pekerja kreatif seperti Susuhunan Pakubuana IV, Yasadipura I, Yasadipura II, Raden Ngabehi Ranggawarsita, dan KGPA Mangkunegara IV, telah mampumembawa perubahan besar pada peta kesusastraan Jawa abad itu, bahkan melalui karya mereka telah terciptalah suatu garis anutan pendidikan moral.
Sebagai hasil karya seorang pujangga, kehadiran sastra piwulang tidak pernah lepas dari fungsi penyaluran ide pribadi pengarangnya, dan bagi masyarakat pembaca karya sastra secara tidak langsung juga merupakan tawaran ide yang setiap saat akan mempengaruhi pola tingkah laku mereka. Karya sastra selain berfungsi sebagai penghibur juga dalam kasus- kasus tertentu dapat berperan aktif memberi tuntunan bagi keselarasan hidup manusia pada umumnya.
Dalam khasanah sastra Jawa yang telah berkembang jauh sejak zaman Hindu, selain dalam penceritaan suatu kisah tertentu, dikenal pula teks-teks didaktik moralistik. Ciri teks ini banyak diwarnai dengan deskripsi tata tingkah laku pergaulan sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Karya sastra didaktik dalam masyarakat Jawa merupakan sastra piwulang yang memberi tuntunan bagi pendidikan moral dan budi pekerti yang sebaiknya dilakukan oleh manusia berbudaya. Pada umumnya yang disebut sastra piwulang dalam tradisi kesusastraan Jawa adalah teks didiktik berbahasa Jawa yang ditulis oleh raja atau pujangga istana untuk dijadikan dasar pembentukan watak dan perilaku kerabat istana. ( Yusro Edi Nugroho, “Senarai Puisi Jawa Klasik” (Semarang: Penerbit Cipta Prima Nusantara, 2008)).
Serat wedhatama yang secara semantik terdiri dari tiga suku kata, yaitu: serat, wedha, dan tama. Serat berarti tulisan atau karya yang berbentuk tulisan, Wedha artinya pengetahuan atau ajaran, dan Tama berasal dari kata Utama yang artinya baik, tinggi, atau luhur. Dengan demikian maka Serat Wedhatama memiliki pengertian sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan umat manusia. ( Yusro Edi Nugroho, “ Puisi Jawa Klasik” (Semarang: Studioduabelas, 2006)).
Serat Wedhatama pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Majalah Djawa pernah mengadakan lomba untuk menterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Pemenangnya pada saat itu adalah Zoetmulder. ( S. Margana, “Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)).
Serat Wedhatama sebagai karya sastra piwulang atau sebagai wahana pendidikan moral, karena dalam Serat Wedhatama terkandung ajaran tentang pendidikan budi pekerti yang luhur. Sehingga dapat menjadi tuntunan hidup bagi masyarakat, ajaran yang terkandung dalam Serat Wedhatama tidak hanya ditujukan bagi masyarakat jawa saja, meskipun awalnya bertujuan untuk pembentukan watak dan perilaku kerabat istana dan masyarakatnya yaitu masyarakat Jawa. Tetapi juga dapat dijadikan wahana pendidikan moral bagi masyarakat bangsa Indonesia bahkan seluruh dunia, hal ini dikarenakan ajaran yang terkandung dalam Serat Wedhatama yang memiliki sifat universal.
Serat Wedhatama selain mengandung ajaran budi pekerti yang luhur didalamnya juga terkandung ajaran yang oleh beberapa penulis seperti Soebandi dan Simuh bersifat mistik dean ajaran tasawuf. ( S. Margana, “Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)).
0 komentar:
Post a Comment