“ PUTRI LUHDINI DAN JAKA SAMPURNA
( MAKAM BAWANG )
DESA POLENG – KECAMATAN GESI KAB. SRAGEN.
Konon di ceritakan ketika Sultan Hadiwijaya penguasa keratin Pajang sedang berburu di hutan tepatnya di kawasan hutan Poleng, ia berjumpa dengan seorang gadis, putrid seorang penduduk tersebut. Dalam kisahnya Jaka Tingkir terkenal sosok yang gagah dan tampan apalagi saat itu ia adalah seorang Sultan di Kraton Pajang tentunya hal itu mempengaruhi kewibawaanya serta menjadi impian setiap wanita untuk bersanding dengannya, lebig-lebih Jaka Tingkir mempunyai karakter/hobi play boy.
Pertemuannya dengan Luhdini gadis desa tersebut nampaknya ada benih-benih cinta yang terpendam dihati Sultan Hadiwijaya, dan rasa cinta Sultan hadiwijaya tersebut ternya dapat meluluhkan hati putri Luhdini, sehingga hatinya terlambat dan berlabuh dihati sultan Hadiwijaya.
Kisah perjalanan asmara kedua insane yang tengah dimabuk kepayang tersebut, berlanjut sampai putrid Luhdini mengandung, namun berhubung Sultan Hadiwijaya telah lama meninggalkan kraton, maka ia bersama prajurit pengawalna kembali ke kraton Pajang, sementara putri Luhdini di tinggal bersama orang tuanya di tempat tersebut
Haripun berganti sang waktupun berlalu mengikuti irama kehidupan, dalam suasana sedih dan rindu yang terpendam dalam hati putri Luhdini.
Apalagi saat itu putri Luhdini tengah mengandung putranya yang sangat dicintai kelak menjadi harapan masa depan putri Luhdini.
Kandungan putri Luhdini kian hari kian membesar, akhirnya tiba saatnya masa memancarkan cahaya di aura wajah anak tersebut, katakanlah anak tersebut lahir sempurna, maka oleh Ibunya diberi nama “ JAKA SAMPURNA “.
Ketika Jaka Sampurna menginjak dewasa ia tentunya paham bahwa seorang anak itu hadir didunia logikanya lantaran seorang Ayah dan Ibu, namun dalam benak Jaka Sampurna sampai saat ini ia selalu bertanya siapa yang mengukir jiwa raganya tersebut, sedang sang ibu selalu merahasiakan ayah Jaka Sampurna sesungguhnya hal itu dilakukan putrid Luhdini khawatir jika putranya nanti disia-siakan karena tidak diakui oleh ayahnya seorang penguasa di keratin pajang.
Jaka sampurna :” Maafkan saya Ibu…….lama saya merenung dan bertanya-tanya siapakah
orangtuaku yang mengukir jiwa dan ragaku sebenarnya Ibu……?
Putri Luhdini :” Putraku Jaka Sampurna sudahlah jangan kau tanyakan hal itu,hati ibu sedih jika kau tanyakan masalah itu padaku anakku, percayalah aku orang tuamu…..”
Jaka Sampurna :” Ibu, sebuah kelahiran itu ada proses yang tidak boleh lepas dari kodratnya
Bahwa seorang anak manusia lahir kedunia itu harus melalui perantara yaiu seorang Ayah dansesorang, Bu, apakah Jaka Sampurna diukir dari sebongkah batu ?!
Putri Luhdini :” Oh…Jaka Sampurna anaku…….tidak…….kau adalah Putraku sebenarnya…namun jika kemauanmu keras untuk mengetahui orang tuamu laki-laki,baiklah dia adalah seorang penguasa di keratin Pajang bernama Sultan Hadiwijaya…….raja Pajang.
Ketika disebut bahwa orang yang mengukir jiwa raganya adalah Sultan Hadiwijaya di Pajang, betapa kaget hati jaka Sampurna ia tidak menyangka kalau ayahnya adalah seorang darah biru alias seorang raja.
Namun dalam hatinya timbul pertanyaan mengapa ibunya hidup sendirian di tengah hutan,betapa teganya Sultan Hadiwijaya meninggalkan Ibu dan dirinya dengan penuh penderitaan.
Akhirnya Jaka Sampurna berpamitan dengan ibunya untuk mencari ayahnya ke Keraton Pajang, wlaupun sebetulnya hal itu di larang oleh ibunya.
Tetapi kemauan Jaka Sampurna yang sangat keras akhirnya ia diijinkan juga untuk menemui ayahnya di Keraton Pajang.
Dengan tekad yang bulat Jaka Sampurna melakukan perjalanan menuju ke keratin pajang, ia sangat ingin tahu seperti apa orang yang telah mengukir jiwa dan raganya hingga sampai sekarang masih merupakan misteri bagi dirinya.
Sesampai keratin Pajang Sampurna berhasil menhghadap Sultan Hadiwijaya, ketika Jaka Sampurna menghadap ayahnya/Sultan Hadiwijaya.
Dalam hati sultan agak bergetar secara naluri dia merasakan ada hubungan batin antara dia dengan Jaka Sampurna, namun hatinya ragu siapakah sebenarnya pemuda yang dihadapannya.
Sultan Hadiwijaya : “ Wahai anak muda….aku lihat kau bukan orang Pajang dan namaknya kau baru saja menempuh perjalanan jauh, siapakah kau sebenarnya…..?!
Jaka Sampurna : “ Hamba mohon maaf sebelumnya…..kalau kedatangan hamba sangat merisaukan paduka, hamba berma,a Jaka Sampurna dari hutan
Poleng “.
Sultan Hadiwijaya : “ Apa maksud kedatanganmu ke kraton Pajang Jaka Sampurna……?!
Jaka Sampurna : “ Hamba ingin bertemu dengan orang tua kami yaitu Sultan Hadiwijaya
Sultan Hadiwijaya : “ Oh……..kamu Jaka Sampurna dari hutan poleng, dan siapa nama ibumu anak muda…?!
Jaka sampurna : “ Nama Ibu hamba adalah Luhdini…
Namun hal itu tidak langsung membuat Sultan Hadiwijaya percaya begitu saja.
Kendatipun dalam hati kecilnya ia percaya bahwa anak muda tersebut adalah putranya, sultan sangat kagum atas kegagahan dan ketampanan serta keberanian anak muda tersebut.
Sultan Hadiwijaya : “ Baiklah …….anak muda perkenalkan akulah Sultan Hadiwijaya raja pajang, namun aku masih sangsi apa betul kamu adalah putraku, begini….kembalilah ke Poleng jika kau benar-benar darah dagingku, kalau ibumu dapat membawa buah “ BAWANG” yang besarnya sebesar tempayan (Genthong).
Betapa kaget hati Jaka Sampurna begitu mendengar titah Sultan Hadiwijaya, namun untuk membuktikan kesetiaan dan sifat kesatrianya diapun menyanggupi untuk memnuhi permintaan ayahnya (Sultan Hadiwijaya) Jaka Sampurna segera memohon pamit untuk kembali ke Poleng.
Setelah sampai didepan Ibunya tercinta Jaka Sampurna menceritakan tentang peristiwa di keratin Pajang saat menghadap Sultan Hadiwijaya, putrid Luhdini sangat prihatin dan sedih ketika mendengar cerita putranya tersebut.
Namun untuk memnuhi dan menjawab permintaan raja pajang tersebut putrid Luhdini melakukan semedi guna memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar terwujud harapannya, nampaknya permohonan putrid Luhdini yang tulus suci itu dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dihadapannya ada tanaman buah Bawang Putih yang besarnya sebesar tempayan (Genthong).
(Penilitian folklor lisan eks solo: Sumber:SUMARNO, S. Pd.
Penilik PLS Kec. Gesi.)
0 komentar:
Post a Comment