Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa dikembangkan dengan mempertimbangkan tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal terkait dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolan, standar pembiayan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan kemajuan teknologi, informasi perkembangan pendidikan di tingkat nasional dan internasional. Arus globalisasi akan mengeser pola hidup dan budaya masyarakat Jawa. Bila hal ini tidak ditangani secara tepat boleh jadi masyarakat Jawa tinggal nama tanpa kepribadian. Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa dikembangkan dengan penyempurnan pola pikir, baik secara makro (jagad gedhe) dan secara mikro (jagad cilk).
Penyempurnan pola pikir secara makro mengacu pada perubahan pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut: (1) pembelajaran berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif; (3) pola pembelajaran jejaring; (4) pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains; (5) pola belajar berbasis tim; (6) pola pembelajaran alat tungal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; (7) pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik; (8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
Pola pemikiran secara mikro (jagad cilk) mengacu pada (1) pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan, patrap, dan polatan; (2) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan karakter bangsa; (3) pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa; (4) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa, sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut ing jaman kalakone); (5) pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasan pengunan bahasa Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang berlaku; (6) pembelajaran bahasa Jawa memilki ciri sebagai pembawa dan pengembang budaya Jawa.
Penguatan materi dilakukan dengan memperhatikan (1) pengunan bahasa Jawa ragam ngoko dan krama dengan mempertimbangkan keberadan dialek masing-masing daerah. Materi kebahasa n yang berkaitan dengan ungah-unguh tidak disajikan secara khusus pada aspek pengetahuan (KI 3). Hal ini dikawatirkan ungah unguh hanya berhenti pada tataran pengetahuan padahal yang diharapkan ungah unguh basa sebagai sebuah action sebagai manifestasi kesantunan berbahasa yang menjadi bagian dari sikap sosial (KI2) yang tercermin dalam pengunan bahasa sehari-hari yang diajarkan melalui keteladanan dan pembiasan pada setiap kesempatan baik itu dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas. (2) pemanfatan sastra Jawa modern sebagai hasil karya sastra Jawa baik yang berupa sastra tulis maupun sastra lisan (geguritan, crita cekak, crita sambung, novel, drama, film dan sebagainya) yang berkembang untuk pembentukan karakter yang njawani, (3) pemanfatan sastra klasik baik lisan maupun tulis (sastra piwulang, babad, legenda, tembang, nyanyian rakyat, tembang dolanan, cerita, mitos, dongeng, sastra wayang dan sebagainya) untuk penguatan jati diri, dan (4) aksara Jawa sebagai pemertahanan jati diri
(Sumber Artikel: Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia)
Penyempurnan pola pikir secara makro mengacu pada perubahan pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut: (1) pembelajaran berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif; (3) pola pembelajaran jejaring; (4) pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains; (5) pola belajar berbasis tim; (6) pola pembelajaran alat tungal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; (7) pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik; (8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
Pola pemikiran secara mikro (jagad cilk) mengacu pada (1) pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan, patrap, dan polatan; (2) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan karakter bangsa; (3) pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa; (4) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa, sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut ing jaman kalakone); (5) pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasan pengunan bahasa Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang berlaku; (6) pembelajaran bahasa Jawa memilki ciri sebagai pembawa dan pengembang budaya Jawa.
Penguatan materi dilakukan dengan memperhatikan (1) pengunan bahasa Jawa ragam ngoko dan krama dengan mempertimbangkan keberadan dialek masing-masing daerah. Materi kebahasa n yang berkaitan dengan ungah-unguh tidak disajikan secara khusus pada aspek pengetahuan (KI 3). Hal ini dikawatirkan ungah unguh hanya berhenti pada tataran pengetahuan padahal yang diharapkan ungah unguh basa sebagai sebuah action sebagai manifestasi kesantunan berbahasa yang menjadi bagian dari sikap sosial (KI2) yang tercermin dalam pengunan bahasa sehari-hari yang diajarkan melalui keteladanan dan pembiasan pada setiap kesempatan baik itu dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas. (2) pemanfatan sastra Jawa modern sebagai hasil karya sastra Jawa baik yang berupa sastra tulis maupun sastra lisan (geguritan, crita cekak, crita sambung, novel, drama, film dan sebagainya) yang berkembang untuk pembentukan karakter yang njawani, (3) pemanfatan sastra klasik baik lisan maupun tulis (sastra piwulang, babad, legenda, tembang, nyanyian rakyat, tembang dolanan, cerita, mitos, dongeng, sastra wayang dan sebagainya) untuk penguatan jati diri, dan (4) aksara Jawa sebagai pemertahanan jati diri
(Sumber Artikel: Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia)
0 komentar:
Post a Comment